Sumber: lifestyle.okezone.com |
“Hutannya panas ternyata, ya?
Kamu nggak apa-apa, Ra?” keluh Raja seraya mengusap peluh di dahinya. Kemudian
ia memberikan botol air kepada Sahra yang terlihat terengah-engah.
“Thanks. Aku nggak apa-apa,
kok,” jawab Sahra seraya mengambil botol air yang disodorkan Raja.
“Kak Arie!” panggil Dazaki. Ia
berjalan mendekati kakaknya itu. “Bisa kita istirahat dulu? Kasihan teman-teman
yang lain. Sepertinya sudah kelelahan,” lanjutnya.
“Tapi Desa Djithi sudah dekat.
Istirahatnya sekalian di sana saja, ya!” jawab Kak Arie seraya memeriksa peta
yang di tangannya.
“Oh, iya kah kak? Berapa jauh
lagi?” Arola yang berada di samping Reky berbinar-binar bahagia.
“Nggak jauh, kok. 10 kiloter
lagi, lah.” Kak Arie menjawab sambil menyeringai. Pastinya kami tak dapat
melanjutkan.
“HAH! 10 KILOMETER LAGI?”
*******
Tapi, akhirnya kami semua
istirahat. Selain itu hari juga sudah mulai sore sehingga perjalanan dilanjutkan
esok hari. Sementara kami mendirikan tiga tenda untuk beristirahat. Satu tenda
untuk Kak Arie dan Kak Aldy, satu tenda unutk Ancient, Welvy, Sahra, dan Arola,
serta satu lagi untuk aku, Raja, Dazaki, dan Reky.
Di tengah suasana malam yang
cukup ceria dan ramai dengan lelucon-lelucon Kak Aldy, Ancient yang duduk di
samping Dazaki terlihat tidak terlalu menikmati. Seperti ada sesuatu yang ia pikirkan.
“Arlo!” panggil Welvy yang
memang duduk di sampingku.
“Iya, Vy. Kenapa?” tanyaku.
“Kamu sadar nggak? Ancient
keyaknya dari tadi aneh. Kelihatan nggak nafsu makan, padahal kan tadi
perjalanan jauh banget,” jawab Welvy yang mungkin memang memperhatikan Ancient.
“Anehnya dimana? Kan, bisa
saja dia nggak terlalu lapar,” balasku.
“Nggak mungkin. Aku aja lapar
banget. Kok, Ancient nggak sih?” ucap Welvy lagi. Aku tersenyum mendengar pengakuannya.
“Tapi, tadi aku juga lihat Ancient memandangi sungai terus-terusan waktu kita
melewati jembatan. Masih dibilang gak aneh, Lo?” lanjutnya.
“Hmm… Mungkin ada yang lagi
dipikirin Ancient,” jawabku dan Welvy mulai mengerti. Meskipun yang aku katakan
itu benar, tapi aku tak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Ancient. Ia
terlihat benar-benar terganggu. Tapi, sudahlah. Sampai saat ini pun tidak
terjadi apapun.
Setelah selesai makan malam,
suasana mulai cukup hening. Hanya Kak Aldy dan Kak Arie saja yang masih
mengobrol merencanakan perjalanan esok. Satu persatu teman-temanku mulai
memasuki tenda karena sudah lelah dan ingin segera tidur. Tapi, entah kenapa
perasaanku jadi kurang enak. Malam ini terasa lebih mencekam dan menyeramkan.
Kenapa?
“Hoahm!” Welvy menguap. Ia
mengucek-ngucek mata yang terlihat sangat mengantuk sekali. “Aku tidur duluan
ya, Lo.” pamitnya padaku. Aku mengangguk. Kemudian ia bangkit dan berjalan
menuju tendanya.
Di luar hanya tinggal aku, Reky,
Kak Aldy, Kak Arie dan Ancient yang masih berjaga. Aku berjalan mendekati Reky
yang juga duduk di sebelah Ancient.
“Dingin ya, Ky?” tanyaku
padanya seraya memperhatikan Kak Arie yang sibuk memainkan handphone-nya.
“Ya, begitulah. Namanya juga
hutan,” Reky mengusap-usap lengannya. “Kamu belum tidur?”
“Belum. Soalnya aku merasa
aneh, deh,” jawabku.
“Aneh gimana?”
“Mungkin karena nggak tidur di
rumah kali, ya.”
“Ini kan sementara aja, Lo.
Palingan lusa kita udah pulang lagi, kan. Bisa tidur di kasur lagi, deh. Tenang
aja!” nasihat Reky padaku dengan gaya khasnya.
“So tua banget sih, lu.”
Komentarku pada Reky. Kemudian aku melihat Ancient, ia seperti ketakutan. “Ancient
kenapa, Ky?” bisikku membuat Reky memperhatikan Ancient juga.
“An! Kamu kenapa?” tanya Reky.
Ia memegang pundak Ancient yang gemetaran. Sepertinya, Kak Aldy mendengar
pertanyaan Reky tadi. Ia mendekati kami.
“Ada apa, An?” tanya Kak Aldy.
“Nggak ada apa-apa, kok. Aku
kedinginan aja,” jawab Ancient mencoba meyakinkan. Tapi, aku tetap merasa aneh.
“Nih, tambahin jaket gue. Kan
udah gue bilang bawa jaketnya double, malah nggak dibawa.” ujar Kak Aldy seraya
melepas jaketnya dan memakaikannya pada Ancient.
“Tapi, waktu packing kan
tasnya udah nggak cukup diisi lagi, Kak,” bantah Ancient tak mau disalahkan.
“Kan, bisa dititip ke gue. Tas
gue, kan masih longgar. Udah tau lu itu nggak kuat dingin,” nasihat Kak Aldy
pada adik sepupunya itu.
“Iya, Kak. Maaf,” Ancient
mengaku salah.
-to be continued-