Di meja samping ranjang, terpampang sebuah foto dengan
bingkai kecil. Foto kami bersama dengan teman-teman; seluruh personil Radar
Band, Sahra, dan Arola.
Aku menutup mata ketika mataku mulai menangis.
“Seandainya hari itu kita semua tak melakukan perjalanan…,”
pikiranku kembali pada kejadian setahun lalu. Saat libur sekolah. Aku, Arlo,
dan teman-teman melakukan perjalanan ke sebuah desa di tengah hutan, bernama
Desa GT.
*******
“He, An!” panggil Aldy. Saat itu mereka sedang berada di
rumah Ancient. “Kamu tahu Arie, kan?” tanyanya.
“Arie yang mana?” Ancient balik bertanya.
“Arie kakaknya Dazaki itu, lho. Dazaki temanmu, kan? Masa
kamu lupa?” jawab Aldy agak emosi.
“Yeeii, Kak Aldy nggak bilang Arie yang mana. Nama Arie
banyak kali. Emang kenapa, Kak?”
“Arie ajak kita jalan-jalan, mau ikut nggak? Terus katanya
kamu boleh ajakin teman-teman kamu juga. Ikut aja yuk, ikut!” Aldy setengah
memaksa.
“Serius Kak Arie bilnag gitu? Emangnya Kak Aldy mau ngajakin
siapa? Pacar Kakak, ya?” sindir Ancient.
“Ngeledek lu, ya? Lisa, tuh udah putus sama gue.”
“Lha kok, putus? Kenapa?”
“Ah! Lu mau aja masalah orang gede, masih kecil juga,”remeh
Aldy.
“Kak Aldy pelit banget, sih. Kita kan cuma beda tiga tahun
juga,” balas Ancient, tidak terima. Ia mengambil handphone dari dalam sakunya.
“He! Mau nelpon siapa, lu?” tanya Aldy ingin tahu.
“Dazaki. Emang kenapa?”
“Lha, ngapain nelpon Dazaki?”
“Tanya yang Kak Aldy tadi bilang. Takut Kak Aldy bohong. Kak
Aldy kan, tukang bohong.” Ancient segera mencari kontak Dazaki dan melakukan
panggilan. Ia mengabaikan Aldy yang menahan kesalnya karena sepupunya yang tak
mau kalah itu.
“Halo! Ada apa, An?” jawab Dazaki dari sebrang telepon.
“ Zaki, aku dengan Kak Arie ngajakin jalan-jalan? Kemana?”
tanya Ancient antusias.
“Oh, itu ke…,” Dazaki menjelaskan lokasi tujuan Kak Arie dan
alasan mengapa ia mengajak jalan-jalan. Sampai akhirnya muncul ide untuk
mengajak aku dan teman-teman yang lain ikut ke sana.