Tinggalin komentar kamu di bawah yaa :)
RAYA
SERAKAH, NIH!
By
: Ana Fitriana
Bip! Bip! Bip!
Suara handphone Raya untuk yang kesekian
kalinya di jam istirahat ini. Ia buka handphone
lipat itu dan membaca sms yang baru saja mendarat mulus di layar handphone-nya.
‘Sayang! Malam ini
jalan bareng aku, yuk!’ isi pesan itu. Raya hanya tersenyum membacanya.
Kemudian ia membalas pesan tersebut.
‘Maaf, Mahesa sayang!
Aku ada PR yang deadline-nya malam ini. Jadi gak bisa keluar rumah.’
“Gimana gue mau jalan
sama lo kalo nanti malam gue jalan sama Raka,” gumamnya sendirian.
Bip! Bip! Bip!
Suara handphone Raya untuk kesekian kalinya di
perjalan pulang. Pesan itu dari Reza, ia mengajak Raya nonton malam ini. Raya
membalas bahwa ia harus membantu ibunya di dapur untuk acara pernikahan
tetangganya besok. Selang sepuluh menit, handphone-nya
berdering. Tertera nama Budi di layarnya. Ia angkat pangilan itu. Budi
mengajaknya makan malam. Tapi Raya beralasan kalau ia akan pergi menemani
ayahnya ke rumah saudara di luar kota. Begitu seterusnya Raya berdalih dengan
alasan-alasan aneh kepada ketiga pacarnya yang lain ketika mereka mengajak
bertemu dengannya.
“Malam ini giliran Raka,
besok William, terus lusanya jalan sama Budi deh. Aduh, repot juga ya punya tujuh
pacar. Tiap malam digilir. Hahaha,” ujarnya sendirian seraya cekikikan. Ia
sedang bersiap-siap untuk menemui Raka yang sudah menunggu di ruang tamu.
Esok paginya, ketika
Raya bersekolah, datang siswa baru di kelasnya. Namanya Rey. Parasnya yang
tampan membuat Raya tertarik. Ia bermaksud untuk menjadikan Rey pacarnya yang
kedelapan.
Hari berikutnya, Raya
mulai melakukan pendekatan kepada Rey. Ia tak butuh waktu lama untuk membuat
Rey menjadi pacarnya karena ternyata Rey juga tertarik kepada Raya. Sehingga,
baru seminggu mereka pendekatan, Raya sudah jadian dengan Rey.
Satu bulan berlalu.
Raya kini pacaran dengan delapan pria. Seringkali kedoknya hampir ketahuan.
Tapi, bisa dibilang karena kepintarannya berdalih ia selalu selamat. Namun
karena ia selalu keluar malam untuk bertemu kedelapan pacarnya secara
bergantian, waktu belajarnya menjadi tersita. Hampir seluruh nilai di semua
mata pelajaran turun drastis.
“Nilai-nilaimu terus
turun. Kenapa, ya? Kamu belajar, kan?” tanya Rey yang melihat-lihat kertas
ujian milik Raya.
“Iyalah. Kan aku
belajarnya sama kamu. Soal-soalnya aja tuh yang tambah susah,” jawab Raya.
Wajahnya ditekuk sedih.
“Jangan sedih, dong!
Mukanya jadi jelek tuh, kalau cemberut. Nanti malam kita keluar makan malam,
yuk!” ajak Rey kemudian.
Raya langsung
mengangkat kepalanya dan tersenyum sumringah.
“Mau, mau,” jawab Raya
semangat.
Maka malamnya mereka
janjian bertemu di sebuah restaurant. Raya berangkat kesana dengan begitu
senang. Sampai-sampai ia membatalkan janji untuk jalan bersama Takano.
“Raya? Raya, kan?”
seseorang memanggil Raya ketika ia sedang duduk menunggu Rey di restaurant
tempat mereka akan bertemu.
“Welvy? Lo ke sini
juga?”
“Iya. Lo sendirian?”
“Enggak. Gue lagi
nungguin Rey.”
“Kok, lo mau sih
pacaran sama Rey. Dia, kan playboy. Tadi aja gue liat Rey lagi pergi sama
pacarnya yang baru.”
Penjelasan Welvy
mengejutkan Raya. Karena setahu Raya, Rey hanya memiliki satu pacar. Yaitu
dirinya.
“Bohong. Nggak mungkin Rey
selingkuh. Lo jangan memprovokasi gue, deh!” Raya bangkit dari duduknya dengan
emosi.
“Tenang dulu Raya!
Kalau lo gak percaya, gue bisa tunjukin foto-fotonya kok.” Welvy membuka galeri
handphone-nya dan menunjukkannya pada
Raya. Foto-foto tersebut menunjukkan Rey sedang berjalan bersama seorang cewe
sambil berpegangan tangan. Selain itu ada juga pose ketika cewe tersebut
mencium pipi Rey dan Rey membukakan pintu mobil untuknya.
Seketika, Raya langsung
marah. Ia meminta Welvy untuk mengirim foto-foto bukti itu ke handphone-nya dan langsung keluar dari
restaurant.
“Dasar Rey sial!
Berani-beraninya dia selingkuh.”
Esok paginya, ketika Rey
menjemput Raya untuk berngkat sekolah bersama, Raya berjalan mendekati Rey
dengan garang. Ia langsung menunjukkan Rey foto-foto yang ia dapat dari Welvy
dan meminta penjelasan pada Rey.
“Tenang, Raya! Tenang!
Aku akan jelaskan semuanya. Jadi aku harap kamu tenang dulu, ya!” Rey menahan
tangan Raya yang sejak tadi memukul-mukulnya.
Raya menurunkan
tangannya dan mencoba untuk tenang.
“Aku sebenarnya ingin memberitahu
hal ini dari awal ke kamu. Sebenarnya kamu itu pacarku yang kesebelas.”
“Jadi, selama ini kamu
bohongin aku?” Raya mencoba memukul Rey lagi.
“Dengar aku dulu!” Rey
menghentikan lagi gerakan tangan Raya.
“Tapi, setelah pacaran
sama kamu, kamu begitu baik banget sama aku. Jadi, niatku yang awalnya hanya
main-main, kini aku jadi cinta beneran sama kamu Raya. Dan aku berniat untuk
memutuskan kesepuluh pacarku lainnya supaya aku bisa terus sama kamu.”
“Beneran?” tanya Raya.
Ia mulai lebih tenang dari sebelumnya.
Rey mengangguk.
“Kalau gitu, besok kamu
harus putusin mereka semua. Aku nggak mau tahu.”
“Harus besok? Tapi, kan
aku juga butuh waktu dan menyiapkan alasan untuk….”
“Kalau kamu nggak bisa,
kita putus sekarang. Dan anggap aku gak pernah kenal sama kamu!” ancam Raya. Ia
membalikkan tubuhnya hendak meninggalkan Rey.
“Tunggu, Raya!” Rey
menarik lengan Raya.
“Oke. Aku akan turuti
permintaan kamu. Tapi, please! Jangan
tinggalin aku!”
Raya berbalik, ia
tersenyum pada Rey dan menarik lengan yang sejak tadi menggengamnya. Raya
mendaratkan satu kecupan di pipi kirinya Rey.
Tiga hari kemudian,
Raya terpaksa berjalan sendiri saat pulang sekolah karena Rey sedang mengikuti ekstrakulikuler.
Selain itu, ia juga ada janji dengan Dicky, salah satu pacarnya yang lain.
Tapi, ketika Raya melewati salah satu gang yang agak sepi, jalannya dihalangi
oleh lima orang wanita yang sebaya dengannya. Karena merasa ada yang tak beres
dan ia tak ingin membawa dirinya ke dalam masalah, Raya berbalik hendak mencari
jalan lain. Namun, ternyata sudah ada lima wanita lagi yang menghalangi. Raya
mulai panik. Seluruh jalan menuju rumahnya telah diblokir oleh kesepuluh wanita
itu. Ia sama sekali tak mengenali mereka satu pun. Sehingga tak habis pikir
alasan mereka melakukan hal ini kepadanya.
“Lo, Raya kan?” tanya
salah satu wanita di hadapannya.
“Iya,” jawab Raya
polos.
“Ternyata biasa aja,
tuh. Cantikkan juga kita semua,” ujar wanita yang menggunakan rok mini.
“Udah! Hajar aja dia
sekarang!”
Setelah komando
tersebut, kessepuluh wanita itu menyeret Raya ke bagian gang yang lebih sepi.
Mereka mengeroyok Raya hingga wajah, kaki dan tangannya luka-luka dan lebam.
Berkali-kali Raya berusaha melawan. Tapi, karena jumlah yang tak seimbang,
perlawanannya mudah dihentikan.
Seseorang yang
kebetulan melewati gang tersebut mendengar suara ribut-ribut itu. Ia
menghampiri sumber suara dan mengenali Raya. Rupanya ia adalah Rio, teman
sekelas Raya. Melihat pertikaian yang tak adil itu, Rio segera menghampiri
mereka.
“Hei! Apa-apan kalian?”
Rio berlari ke tengah-tengah kerumunan. Ia mencoba mengeluarkan Raya dari sana.
Cukup sulit memang menghentikan wanita-wanita ganas tersebut. Mereka terlihat
sangat tidak menyukai Raya sehingga dengan mudahnya melukai.
“CUKUP! GUE BILANG
CUKUP!” teriak Rio kemudian. Ia menengahi mereka agar tak melukai Raya lebih
jauh. Wanita-wanita itu menghentikan kegilaannya dan terburu-buru pergi pada
arah yang sama.
“Lo gak apa-apa, Raya?”
Rio membantu Raya berdiri. Ia melihat banyak bekas cakaran di wajah dan tangan
Raya, bahkan hingga mengeluarkan darah. Raya hanya bisa menangis menahan perih
dari luka-lukanya.
Rio mengantar Raya ke
rumah sakit. Rupanya ada pendarahan dalam yang cukup parah di tubuh Raya,
membuatnya harus tinggal di rumah sakit untuk beberapa hari. Selama itu, tak
ada satu pun pacarnya yang menjenguk. Saat Raya mencoba menghubungi lewat sms
atau pun menelepon, semua pacarnya mengatakan bahwa mereka tak ada waktu untuk
menjenguknya. Justru Rio yang hampir setiap hari menjenguknya, meski pun hanya
untuk mengantarkan buah-buahan kesukaan Raya.
Setelah Raya keluar
dari rumah sakit, satu persatu pacarnya meminta putus. Alasannya karena Raya
tak cantik lagi seperti dulu. Kini wajahnya penuh bekas luka. Bahkan, Rey pun
memintanya putus.
“Bukannya kamu bilang,
kamu jatuh cinta sama aku?”
“Itu, kan dulu. Waktu
wajahmu masih cantik. Lagipula seluruh pacar kamu juga minta putus, kan!” jawab
Rey. Ia kemudian meninggalkan Raya sendirian. Rupanya Rey sudah mengetahui
bahwa Raya memiliki pacar lain selain dirinya.
“Rey! Jangan tinggalin
aku, Rey!” Raya menangis. Ia marah dan benci pada dirinya sendiri yang telah berubah
menjadi buruk rupa. Kini tak ada lagi satu pun pria yang melirik wajah buruk
rupanya.
Seseorang mendekat.
Orang itu memberikan sapu tangan putih kepada Raya.
“Rio?” ujar Raya saat
mendongakkan kepalanya. Ia ambil sapu tangan itu dan mengusap air mata di
wajahnya.
“Lo gak apa-apa?” tanya
Rio kemudian. Ia membantu Raya membersihkan air matanya.
“Kenapa? Lo masih baik
sama gue? Padahal wajah gue udah berubah menjadi buruk rupa.”
“Apa wajah menjadi
ukuran seseorang untuk melakukan kebaikan?”
“Tapi, mereka bilang
wajah gue menjadi buruk rupa sekarang. Karena itulah kenapa semua orang kini
menjauh dari gue.”
“Bagaimana pun wajah
lo, gue rasa nggak masalah. Asalkan lo masih punya hati yang kuat dan cantik,
pasti semuanya dapat melihat dan mau berteman lagi dengan lo. Percaya sama
gue!”
“Iya. Lo benar.
Terimakasih Rio. Lo ternyata selalu memperhatikan gue, ya?”
“Sama-sama,” Rio
sedikit memalingkan wajahnya yang kemerahan karena mendapat pujian dari Raya.
“Kalau begitu, lo mau
jadi pacar gue?”
“Apa?” pertanyaan Raya
benar-benar membuat Rio terkejut.
“Gue janji, akan
berubah. Gue nggak akan main-main lagi seperti dulu. Seharusnya gue sadar,
kalau selama ini ternyata banyak orang yang memperhatikan gue, tapi gue justru
nggak menganggap mereka sedikit pun. Tapi, gue janji, kali ini gue nggak akan
begitu lagi. Jadi, maukah lo jadi pacar gue?” jelas Raya. Ia mengatakannya
dengan tekad pada hatinya.
Agak lama Rio terdiam.
“Terimakasih.
Sejujurnya, gue pun pernah menginginkan untuk bisa pacaran dengan lo. Gue kagum
sama kegigihan lo yang bisa bertahan dari masalah keluarga yang menimpa lo
setahun lalu. Tapi…,” Rio mengarahkan pandangannya pada seseorang yang sedang
berdiri di samping bangku taman sekolah. Orang itu melambaikan tangan
kepadanya.
“Ana?”
“Iya. Gue udah pacaran
dengannya selama dua tahun. Jadi, maaf. Gue nggak bisa nerima lo jadi pacar
gue,” jelas Rio tegas. Kemudian ia pamit kepada Raya dan berlari menuju tempat
Ana berdiri. Mereka terlihat begitu dekat.
Raya hanya bisa melihat
pemandangan itu dari jauh. Matanya kembali berkaca-kaca. Ia angkat tangannya
yang masih menggenggam sapu tangan milik Rio dan memandanginya.
“Hati yang kuat dan
cantik, ya?” dirinya bergumam. Tak lama, terpintas senyum di bibirnya.
-THE END-
0 komen:
Posting Komentar