Di suatu taman bunga, hiduplah seekor
laba-laba bernama Baba yang memiliki kemampuan merajut jaringnya dengan indah.
Tidak hanya itu, Baba juga mampu membuat sarangnya menjadi berlapis-lapis.
Tidak seperti laba-laba lainnya yang hanya membuat satu lapis sarang saja untuk
rumahnya.
Karena kemampuannya tersebut, banyak
laba-laba lain yang berdecak kagum dengan hasil karyanya. Hal tersebut membuat
Baba semakin bangga. Ia merasa tidak ada laba-laba lain yang mampu membuat
sarang seindah yang ia buat.
“Hm… sarangku begitu bagus,” puji Baba
pada dirinya sendiri ketika ia telah selesai merajut sarangnya satu tingkat
lagi. “Dengan begini, aku bisa dapat banyak serangga dan akan banyak laba-laba
lain yang akan memujiku,” tambahnya semakin bangga.
“Baba!” tiba-tiba seseorang mengejutkannya.
Itu Lala, sahabat Baba.
“Eh, kamu Lala? Aku sampai kaget.” Ujar
Baba.
Lala terkekeh.
“Hehe…iya, deh. Maaf. Kamu baru membuat sarang
lagi, ya?” tanya Lala.
“Iya. Tambah keren, kan sarangku?” Baba
menepuk-nepuk dadanya. “Nanti, pasti akan banyak serangga yang kudapat, dan
juga akan banyak laba-laba yang akan memujiku karena kemampuanku ini. Haha….”
“Eh, Baba! Gak boleh sombong,” nasihat
Lala. “Seharusnya, Baba menggunakan kemampuannya untuk membantu sesama. Misalnya,
membagi serangga yang telah didapat dengan teman-teman lain yang tidak
mendapatkan makanan.”
“Ih! Apaan sih, La? Kan serangga-serangga
itu tersangkutnya di sarangku. Untuk apa aku bagi ke laba-laba lain,” bantah
Baba tidak mendengarkan nasihat Lala.
“Ya udah, deh. Terserah kamu aja. Aku
cuma mau mengingatkanmu…,” ucap Lala.
“Udah, deh! Gak usah sok bijak! Lebih
baik, kamu urusi saja sarangmu itu!” bentak Baba.
Lala kemudian meninggalkan Baba
sendirian. Baba sama sekali tak peduli dengan Lala yang sakit hati karena
kata-katanya. Ia mulai merajut kembali jaring-jaringnya.
Keesokan harinya, terjadi peristiwa yang menyedihkan.
Lala menangis sejadi-jadinya karena sarang yang telah ia buat semalaman
tiba-tiba saja hancur dalam sekejap. Banyak laba-laba mengerumuni Lala dan
merasa kasihan terhadapnya.
Baba yang melihat kerumunan laba-laba
dari sarangnya merasa penasaran dan turun untuk melihat apa yang terjadi.
Ketika Baba sampai dalam kerumunan, Lala melihat sahabatnya itu.
“Baba…,sarangku rusak, Baba…,” isak Lala.
“Iya. Aku tahu,” balas Baba dengan nada
mengejek. “Itu semua, kan salahmu. Siapa yang suruh membuat sarang jelek dan
tidak kokoh?”
Lala terkejut mendengar jawaban Baba
tersebut. Padahal, selama ini Baba adalah sahabat baiknya. Tapi sikapnya berubah
setelah banyak laba-laba yang memuji dan mengagumi kemampuan merajutnya.
“Aku gak mau tolong kamu untuk membuat
sarang baru. Karena kemarin kamu udah mengatakan aku pelit,” ujar Baba setengah
berteriak. Kemudian ia berbalik dan berjalan dengan angkuhnya menuju sarang
yang ia banggakan itu.
“Terserah kamu saja, Baba! Kamu pasti
akan terima akibatnya,” balas Lala kesal. Tangisnya semakin keras. Beberapa
laba-laba datang mendekatinya dan berusaha menenangkan. Ada pula yang
menawarkan bantuan kepada Lala.
Malamnya, angin sepoi mengoyang-goyangkan
tangkai bunga penyangga sarang Baba. Ia sedang berbaring santai setelah makan
malam. Wajahnya mengkerut memikirkan sesuatu. Ia menolehkan kepalanya ke arah
sarang Lala yang telah koyak. Terbesit rasa bersalah pada dirinya saat
mengingat kata-katanya siang tadi.
“Lala pasti sakit hati…,” pikirnya. Tapi
ia geleng-gelengkan kepala berusaha melupakan semua itu. “Salah Lala sendiri
mengatakan aku pelit. Ia pantas mendapatkannya.” Karena lelah, Baba akhirnya
tertidur.
ZRUGG!
Terdengar suara aneh di sekitar sarang
Baba. Baba terbangun. Ia meningkatkan kewaspadaannya dan mencari darimana
sumber suara tersebut. Tapi, taman bunga
itu begitu gelap. Sehingga Baba kesulitan untuk melihat.
ZRUGG!
Suara terdengar lagi. Tubuh Baba penuh
dengan keringat karena ketakutan. Matanya awas memperhatikan sekelilingnya. Hingga
tak disadari, sebuah kaki raksasa menginjak salah satu tangkai bunga yang ia
gunakan sebagai tiang penyangga sarangnya.
TUSS!
Setengah sarang Baba hancur. Ia menyerang
kaki raksasa itu dengan jaringnya namun sama sekali tidak berpengaruh. Justru
kaki tersebut mengangkatnya tinggi-tinggi.
“TOLOOONG!” teriak Baba yang berayun-ayun
pada jaringnya. Seketika jaring tersebut putus. Ia jatuh ke arah sarangnya,
membuat sarang tersebut hancur dan tubuhnya jatuh ke tanah. Tia-tiba, sebuah
tangkai bunga menimpa tubuhnya.
“TOLONG! TOLOOONG!” Baba berteriak minta
tolong berkali-kali, namun tak ada satu tetangga pun yang berani mendekati
karena ketakutan.
“Baba! Baba!” Lala berlari mendekati Baba
dan mengangkat tangkai bunga yang menimpa tubuh kawannya itu. Ia pun membalut
luka Baba dengan jaringnya.
“Lala, aku minta maaf karena tidak menolongmu
kemarin hanya karena keegoisanku. Padahal, Lala mengajariku hal baik.” Baba menangis
dan meminta maaf pada Lala.
“Nggak apa-apa kok…, yang penting Baba
udah mengerti sekarang.” Jawab Lala dengan lapang dada. Kemudian sepasang
sahabat tersebut saling berpelukan.
*****
0 komen:
Posting Komentar