Cute Brown Spinning Flower

30.5.20

Radar on The GT (Ghost Town) - Chapter 3

Sumber: lifestyle.okezone.com


“Hutannya panas ternyata, ya? Kamu nggak apa-apa, Ra?” keluh Raja seraya mengusap peluh di dahinya. Kemudian ia memberikan botol air kepada Sahra yang terlihat terengah-engah.
“Thanks. Aku nggak apa-apa, kok,” jawab Sahra seraya mengambil botol air yang disodorkan Raja.
“Kak Arie!” panggil Dazaki. Ia berjalan mendekati kakaknya itu. “Bisa kita istirahat dulu? Kasihan teman-teman yang lain. Sepertinya sudah kelelahan,” lanjutnya.
“Tapi Desa Djithi sudah dekat. Istirahatnya sekalian di sana saja, ya!” jawab Kak Arie seraya memeriksa peta yang di tangannya.
“Oh, iya kah kak? Berapa jauh lagi?” Arola yang berada di samping Reky berbinar-binar bahagia.
“Nggak jauh, kok. 10 kiloter lagi, lah.” Kak Arie menjawab sambil menyeringai. Pastinya kami tak dapat melanjutkan.
“HAH! 10 KILOMETER LAGI?”
*******
Tapi, akhirnya kami semua istirahat. Selain itu hari juga sudah mulai sore sehingga perjalanan dilanjutkan esok hari. Sementara kami mendirikan tiga tenda untuk beristirahat. Satu tenda untuk Kak Arie dan Kak Aldy, satu tenda unutk Ancient, Welvy, Sahra, dan Arola, serta satu lagi untuk aku, Raja, Dazaki, dan Reky.
Di tengah suasana malam yang cukup ceria dan ramai dengan lelucon-lelucon Kak Aldy, Ancient yang duduk di samping Dazaki terlihat tidak terlalu menikmati. Seperti ada sesuatu yang ia pikirkan.
“Arlo!” panggil Welvy yang memang duduk di sampingku.
“Iya, Vy. Kenapa?” tanyaku.
“Kamu sadar nggak? Ancient keyaknya dari tadi aneh. Kelihatan nggak nafsu makan, padahal kan tadi perjalanan jauh banget,” jawab Welvy yang mungkin memang memperhatikan Ancient.
“Anehnya dimana? Kan, bisa saja dia nggak terlalu lapar,” balasku.
“Nggak mungkin. Aku aja lapar banget. Kok, Ancient nggak sih?” ucap Welvy lagi. Aku tersenyum mendengar pengakuannya. “Tapi, tadi aku juga lihat Ancient memandangi sungai terus-terusan waktu kita melewati jembatan. Masih dibilang gak aneh, Lo?” lanjutnya.
“Hmm… Mungkin ada yang lagi dipikirin Ancient,” jawabku dan Welvy mulai mengerti. Meskipun yang aku katakan itu benar, tapi aku tak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Ancient. Ia terlihat benar-benar terganggu. Tapi, sudahlah. Sampai saat ini pun tidak terjadi apapun.
Setelah selesai makan malam, suasana mulai cukup hening. Hanya Kak Aldy dan Kak Arie saja yang masih mengobrol merencanakan perjalanan esok. Satu persatu teman-temanku mulai memasuki tenda karena sudah lelah dan ingin segera tidur. Tapi, entah kenapa perasaanku jadi kurang enak. Malam ini terasa lebih mencekam dan menyeramkan. Kenapa?
“Hoahm!” Welvy menguap. Ia mengucek-ngucek mata yang terlihat sangat mengantuk sekali. “Aku tidur duluan ya, Lo.” pamitnya padaku. Aku mengangguk. Kemudian ia bangkit dan berjalan menuju tendanya.
Di luar hanya tinggal aku, Reky, Kak Aldy, Kak Arie dan Ancient yang masih berjaga. Aku berjalan mendekati Reky yang juga duduk di sebelah Ancient.
“Dingin ya, Ky?” tanyaku padanya seraya memperhatikan Kak Arie yang sibuk memainkan handphone-nya.
“Ya, begitulah. Namanya juga hutan,” Reky mengusap-usap lengannya. “Kamu belum tidur?”
“Belum. Soalnya aku merasa aneh, deh,” jawabku.
“Aneh gimana?”
“Mungkin karena nggak tidur di rumah kali, ya.”
“Ini kan sementara aja, Lo. Palingan lusa kita udah pulang lagi, kan. Bisa tidur di kasur lagi, deh. Tenang aja!” nasihat Reky padaku dengan gaya khasnya.
“So tua banget sih, lu.” Komentarku pada Reky. Kemudian aku melihat Ancient, ia seperti ketakutan. “Ancient kenapa, Ky?” bisikku membuat Reky memperhatikan Ancient juga.
“An! Kamu kenapa?” tanya Reky. Ia memegang pundak Ancient yang gemetaran. Sepertinya, Kak Aldy mendengar pertanyaan Reky tadi. Ia mendekati kami.
“Ada apa, An?” tanya Kak Aldy.
“Nggak ada apa-apa, kok. Aku kedinginan aja,” jawab Ancient mencoba meyakinkan. Tapi, aku tetap merasa aneh.
“Nih, tambahin jaket gue. Kan udah gue bilang bawa jaketnya double, malah nggak dibawa.” ujar Kak Aldy seraya melepas jaketnya dan memakaikannya pada Ancient.
“Tapi, waktu packing kan tasnya udah nggak cukup diisi lagi, Kak,” bantah Ancient tak mau disalahkan.
“Kan, bisa dititip ke gue. Tas gue, kan masih longgar. Udah tau lu itu nggak kuat dingin,” nasihat Kak Aldy pada adik sepupunya itu.
“Iya, Kak. Maaf,” Ancient mengaku salah.

-to be continued-

0 komen:

Posting Komentar