Cute Brown Spinning Flower

1.5.16

The Beautiful of Friendship - chapter 5

Ira tergesa-gesa melepas sepatunya saat hendak memasuki rumah. Ia hanya mengucap salam pada ibunya saat berpapasan di ruang tamu. Tanpa menengok sedikit pun, Ira berlari memasuki kamarnya. Ia melemparkan ransel sekolahnya dan membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Air matanya menitik.
"Hari ini kacau banget, sih." keluhnya. Ia menarik nafas panjang, berusaha menenangkan emosi. Tapi, ia teringat sesuatu. Ia bangun dari baringannya dan mengambil buku tulis dari ransel. Itu bukunya Irfani.
"Aku lupa lagi kembalikan buku Irfani. Sepertinya memang aku harus menemuinya langsung," gumamnya.
Esoknya saat di sekolah, Ira tidak melihat Irfani datang ke sekolah bersama Irfan.
"Irfani kemana, Fan?" tanyanya.
"Sakit?"
"Iya. Semalam dia demam."
"Gara-gara aku, ya?" gumam Ira hampir tak terdengar oleh Irfan.
"Kenapa, Ra?"
"Ah, nggak kom. Nggak kenapa-kenapa. Thanks, ya." Ira kembali ke kursinya. Ia berpikir untuk menjenguk Irfani pulang sekolah nanti.
Setelah berganti pakaian dan membeli beberapa buah-buahan sebagai buah tangan, Ira berangkat menuju rumah Irfani. Tak lupa juga buku Irfani yang ia pinjam.
Sesampainya Ira di rumah Irfani, ia menekan bel di samping pintu. Beberapa detik menunggu, Ira menekannya kembali. Tiba-tiba pintu terbuka.
"Ira?" itu Irfan.
"Irfani ada kan, Fan? Aku mau ngembaliin bukunya," Ira menunjukkan buku Irfani.
"Ada. Yuk, masuk!"
Irfan membuka pintu lebih lebar dan mempersilahkan Ira masuk ke dalam.
"Kalau aku tau Ira juga mau mampir, bareng aja tadi pas pulang sekolah," ujar Irfan seraya menutup pintu.
"Emang ada yang ke sini?"
"Iya. Lara. Sekarang dia di kamar Irfani. Ira langsung ke kamarnya aja!"
"Oke Fan. Makasih, yak."
Ira berjalan menuju kamar Irfani yang letaknya di lantai dua rumah tersebut. Rupanya pintu kamar Irfani sedikit terbuka. Ia bisa melihat Lara dan Irfani sedang mengobrol di dalam. Sesaat sebelum Ira mengetuk pintu, terdengar suara Lara mengatakan sesuatu tentang dirinya.
"Ni, kamu tau nggak? Ira tuh ya sebenarnya jahat lho," ucap Lara.
"Jahat? Maksudnya?" tanya Irfani.
"Kemarin tuh aku lihat dengan mataku sendiri, Ira sengaja menumpahkan minumannya ke kamu."
"Tapi kata Irfan, Ira bilang ada yang mendorong badannya."
"Itu sih alasan Ira aja. Kamu kan gak tahu kalau dia sengaja menumpahkan atau nggak. Ya, kan?"
"Iya juga, sih. Tapi, kenapa coba?"
"Pasti dia iri tuh sama kamu. Nilai ulangan harian matematika kamu kan lebih besar dari dia."
"Gara-gara nilai doang?"
"Ya, kan bisa aja di depan kamu dia baik. Tapi, kan kamu gak tau di belakangnya gimana."
"Terus aku mesti gimana?"
"Menurutku, kamu jangan terlalu dekat sama dia. Orang kayak gitu nggak usah ditemani!"
"Iya juga, ya. Thanks ya, Ra. Kamu memang temanku yang paling baik, deh."
Ira benar-benar tak percaya akan hal yang baru di dengarnya. Apa maksud Lara menjelek-jelekkan dirinya sampai seperti itu? Mata Ira mulai berkaca. Ia menutup mulut agar suara isaknya tak terdengar. Ia kembali menuruni tangga dan berlari menuju kamar Irfan.
"Fan! Irfan!" Ira mengetu pintu kamar Irfan pelan.
Irfan membuka pintu kamarnya.
"Ini. Aku titip untuk Irfani, ya." Ira memberikan buku dan buah-buahan yang di bawanya.
"Lho, kok? Nggak langsung ke Irfani aja?" Irfan menerima buah dan buku tersebut. Ia memperhatikan Ira yang tak segera menjawab pertanyaannya.
"Kamu kenapa, Ra?" tanya Irfan saat mengetahui Ira tengah menangis.
"Aku nggak apa-apa. Aku pamit, ya. Thanks, Fan." Ira segera berlari meninggalkan rumah Irfani.
Meskipun Irfan merasa ada yang aneh, tapi ia tidak mengejarnya. Akhirnya Irfan memutuskan untuk bertanya langsung pada Irfani.
"Ni!" Irfan membuka pintu kamar Irfani.
"Ih! Irfan! Ketuk dulu kalau mau masuk!" balas Irfani sedikit gusar. Tapi tak diindahkan oleh Irfan.
"Ira kenapa?" tanyanya langsung.
"Ira? Memang Ira ke sini?" tanya Irfani.
"Kamu gak tahu?"
Irfani menggeleng. Irfan mulai mengerti alasan Ira menangis.
"Nih, dari Ira. Aku minta satu, ya!" Irfan memberikan buah-buahan dan buku yang Ira titipkan padanya.
"Ini semua punyaku tahu...," Irfani menarik buah yang Irfan ambil.
Saat itu Irfan menyadari kalau Lara tak sedikitpun memberikan komentar tentang Ira yang berkunjung. Ia merasa bahwa Lara mengetahui sesuatu.