Cute Brown Spinning Flower

7.7.16

The Beautiful of Friendship - Chapter 26

Boss perampok dan Dedet membawa Pak Dama, Lara, dan Irfan ke sebuah ruangan dekat dapur yang digunakan sebagai gudang. Di dalam sana ada dua orang perampok bertubuh kurus, yang satu tinggi dan yang lain lebih pendek, Bu Dama –Ibu Lara-, Irfani, dan Ana.
“Irfani? Ana? Mereka tertangkap,” batin Irfan. Ia didudukkan di samping Ana. Tangan dan kakinya diikat oleh perampok bertubuh kurus tinggi. Sedangkan Dedet mengikat Lara.
Irfan memberikan isyarat pada Ana, ia ingin mengetahui apakah mereka berhasil menghubungi polisi. Ana menggelengkan kepalanya. Rupanya ia dan Irfani tertangkap lebih dulu sebelum melapor pada polisi. Sedangkan, Ana mencoba menanyakan keberadaan Ira pada Irfan dengan menggunakan bahasa bibirnya. Irfan pun menjawabnya dengan menggeleng. Artinya, Ira masih berada di lokasi yang aman sekarang dan perampok-perampok ini belum mengetahui keberadaannya.
“Hoi! Ngobrolin apa bocah?” Boss perampok mengetahui bisik-bisik yang Ana dan Irfan lakukan. Ia menodongkan pistolnya pada kepala Irfan.
“Dedet! Kau bilang ada lima anak?”
“Iya, Boss. Sepertinya anak yang terakhir masih bersembunyi di sekitar rumah ini,” jawab Dedet.
“Kalau begitu, cari! Jangan diam saja!” bentak Boss perampok.
“B, baik, Boss.” Dedet keluar ruangan untuk mencari Ira.
“Gawat, nih. Kalau dibiarin, Ira juga bisa tertangkap. Aku harus melakukan sesuatu,” batin Ana. Ia mendapatkan ide.
“Boss-nya , Boss-nya!” panggil Ana.
“Apa, Bocah? Beraninya memanggilku seperti itu,” Boss perampok menodongkan pistolnya pada kepala Ana.
“Aku ingin buang air, nih.” Jawab Ana.
“Tidak!” Boss perampok menolak.
“Udah gak tahan. Kalau gak boleh, nanti aku buang air di sini.” ujar Ana lagi. Ia menggoyang-goyangkan kakinya dan memasang mimik ‘kebelet’-nya.
“Okei, okei! Pedet, antar dia ke kamar mandi!” Boss perampok memerintahkan anak buahnya yang bertubuh kurus pendek.
“Siap, Bos.” Jawab Pedet. Ia memaksa Ana berdiri dan mendorongnya keluar dari ruangan. Ia mengatar Ana sampai pintu kamar mandi.
“Cepat!” perintah Pedet. Ia mendorong Ana memasuki kamar mandi dan menutup pintunya.
Rupanya alasan buang air hanya akal-akalan Ana untuk bisa keluar mencari Ira. Ia mencari-cari barang yang dikira cukup keras agar bisa ia gunakan untuk melawan Pedet dan ia melihat pel lantai yang menggantung di dinding kamar mandi.
“Mungkin ini bisa,” gumamnya.
BUGH!
Suara gaduh terdengar dari luar kamar mandi. Tak lama, ada seseorang yang mencoba membuka pintu kamar mandi tersebut. Orang itu mengutak atik gagang pintu. Ana kembali waspada. Ia mengambil alat pel dan bersiaga untuk memukul orang yang mencurigakan tersebut. Saat pintu terbuka....
“Ira?!” serunya. Rupanya Ira berhasil lolos dari Dedet dan juga berhasil melumpuhkan Pedet. Ana melihat Pedet telah tak sadarkan diri di belakang Ira.
“Ana. Kamu nggak apa-apa?” tanya  Ira. Ana menganggukkan kepalanya. Ira kemudian membuka ikatan pada tangan Ana.
“Dimana yang lain?”
“Mereka di kurung di gudang. Di sana ada kedua orang tua Lara juga, dan maaf Ira.”
“Kenapa?” Ira bingung, kenapa Ana meminta maaf.
“Aku dan Irfani nggak berhasil menghubungi polisi,” jawab Ana.
“Tenang! Tenang! Kita piirkan lagi cara lain,” hibur Ira. Ia memperhatikan tubuh Pedet yang tertelungkup.

0 komen:

Posting Komentar