Cute Brown Spinning Flower

23.6.16

Because I don't know where I can tell

Empat hari lah ya di Bogor lagi buat memenuhi panggilan kerja. Gue berangkat hari Senin dan pulang hari Kamis. Panggilan kerjanya sih hari Selasa dan hari Rabu, dari dua perusahaan yang berbeda banget bidangnya. Satu retail dan yang lain finansial. Gak ada yang pas sama konsen gue. Hahaha.
Okei. Gue ke Bogor pakai kereta KA Patas Merak. Secara gue tinggal di Anyar.
Gue berangkat dari jam setengah 6 pagi dan sampai stasiun Bogor sekitar jam setengah 11 siang. Pas di kereta gue janjian ma temen2 buat buka bersama, padahal gue sendiri lagi gak puada. Maklum tamu bulanan. Hehehe. Tapi, ya udah lah gak masalah sih. Yang penting kumpul2nha. Ternyata gak cuma bukber doang nih, pake topping nonton The Conjuring 2. Hehehe. Padahal gue parno banget nonyon film horor, tapi demi kumpul2 dah gue sanggupin. Hahaha
Pas di stasiun sambil ngecharge hape, gue nungguin temen gue yang dulu pas kuliah pernah jadi temen sekontrakan.
Trus kita ke btm duluan buat nyerbu tiket nonton karena tuh film emang lagi seru-serunya. Jadi banyak banget yang nonton. Gegara The Valak nih, setan biarawati yang gak jelas asal usulnya. Kasian gue sebenarnya, masa biarawati diwujudkan sbg setan yak.
Selesai nonton kita pakai grab car buat ke dramaga, babakan. Soalnya kan gue udah gak ada kosan tuh. Jadi gue nginep di kosan temen gue deh. Nomaden. Hahaha.
Besoknya gue dan kedua temen gue yang ngajakin nonton semalem ikut tes di Circle K utk posisi MT. Tes awalnya psycotest IST, kraeplin dan tes kepribadian gitu. Nah, sayangnya gue gak lolos. Hahaha. Karena selesai awal, sorenya gue nemenin temen gue yang gue tebengin kosanya buat ngurusin penelitian dia. Lumayan euy, sakit kaki gue. Padahal pake flat , cuma bahannya leather sih, jadi gak nyerap keringat. Dan karena baru sekali gue pake, makanya belum sesuai sama kaki gue. Tapi, euh, sampe kaki gue bengkat dong besoknya. Padahal hari kedua gue ada psycotest tuh.
Kalau pas hari kedua, panggilannya dari PT Finansia- Kredit Plus. Psycotesnya sama aja, IST, kraeplin dan kepribadian yg panah2 itu loh. Nah, kalau di sini gue lolos ke tahap berikutnya, FGD. Gue pikir gue kagak lolos. Hahaha.
Setelah selesai FGD, gue nyari temen gue ke kampus. Soalnya kan temen gue itu lagi penelitian. Jadi sering ke kampus gitu buat ngelab.
Nah, awalnya gue mau pulang hari itu. Tapi karena lanjut tahap rekrutmennya, jadi gue gak bisa ngejar kereta buat pulang. So gue nginep semalam lagi, trus tadinya kan mau berangkat subuh tuh ngejar kereta pagi. Eh, ternyata deket kampus gue lagi banyak begal yang kebanyakan beraksinya setelah sahur, soalnya jam2 sepi. Bikin gue gak jadi pulang subuh. Akhirnya gue pulang agak siangan aja. Jam 10 akhirnya gue berangkat dari dramaga, ngangkot. Gilaaa macetnya nyebelin banget. Gak lancar2 dah tuh macet. Hahaha. Masa dramaga-bubulak 45 menit? Mestinya 10 menit juga nyampe loh.. Haduuhh. Sabar-sabar.
Ya udah ya. Akhirnya gue nulis ini pas gue masih di Commuter. Karena banyak yang pengen gue ceritain tapi gak ada orang yang mau denger. Reader aja lah ya yang tau. Hahaha

18.6.16

The Beautiful of Friendship - Chapter 24

Wuah!
Long time nggak posting. Berapa hari ya...
Maaf ya reader, kemarin-kemarin writer lagi freakin' in self gitu. Hehehe..
So, hari ini langsung keluar dua chapter deh sebagai permintaan maaf writer 😋😋😋
What? Gak cukup.
Kalau gitu, writer kasih kabar genbira deh. Writer minggu depan akan rilis cerbung kedua loh🙌🙌🙌
Judulnya...
Ups, hampir aja keceplosan.
Ditunggu ya judulnya😅😅😅
So this is it.

THE BEAUTIFUL OF FRIENDSHIP - CHAPTER 24

PRANG! PRANG! PRANG!
Berkali-kali terdengar suara piring dan gelas pecah. Suara-suara tersebut berasl dari kamar Lara. Karena kegaduhan tersebut, Boss perampok memerintahkan salah satu anak buahnya untuk mengecek keadaan di kamar Lara.
“Hei! Diam!” teriak perampok itu saat telah membuka pintu kamar Lara. Tiba-tiba, dua pukulan mendarat di kepala belakang perampok tersebut. Seketika saja perampok tersebut jatuh pingsan.
“Yee, berhasil. Irfan, mana talinya? Kita ikat perampok ini!” ujar Ana yang keluar dari belakang pintu.
Setelah selesai mengikat perampok yang berhasil mereka lumpuhkan, mereka berlima keluar dari kamar Lara dengan hati-hati. Mereka berencana untuk membebaskan orang tua Lara.
“Dimana kamar ayah dan ibumu?” tanya Ira.
“Di sana,” jawab Lara, ia menunjuk sebuah ruangan di balik meja makan dengan pintunya sedikit terbuka. Tiba-tiba muncul dua orang perampok yang sedang mengumpulkan barang-barang. Mereka berlima segera bersembunyi di belakang sofa dan balik dinding.
Kedua perampok berjalan mendekati tempat dinding tempat persembunyian Ana dan Lara. Mereka masih asyik mengumpulkan barang-barang yang dipikirnya berharga. Saat waktunya tepat, Ana dan Lara membegal kaki kedua perampok tersebut hingga mereka jatuh tersungkur. Kesempatan ini dimanfaatkan Ira dan Irfani. Mereka memukul belakang kepala kedua perampok hingga pingsan.
“Hei, bocah! Sedang apa kalian?” seorang perampok bertubuh besar telah berdiri di belakang mereka. Ia  mengangkat tangannya dan menampar Ana hingga terlempar.
“Ana!” Ira mendekati Ana untuk memeriksa keadaannya. Untunglah Ana masih sadar.
“Selanjutnya...,”
BUGH!
Perrampok itu tiba-tiba terjatuh. Irfan muncul dari belakangnya. Rupanya ia memukul bahu perampok tersebut.
“Kalian nggak apa-apa? Ana, kamu nggak apa-apa?” tanya Irfan. Ana, Ira, Lara dan Irfani mengangguk perlahan. Mereka mengikat ketiga perampok-perampok yang berhasil mereka lumpuhkan. 

- To be continued –

17.6.16

The Beautiful of Friendship - Chapter 23

"Kyaaaaa...! Tolong! Lepasin! Lepasin...," teriakan berasal dari dalam rumah.
"Itu suara Lara," ujar Irfan.
"Lara dalam bahaya. Kita harus menolongnya!" seru Ira. Ia menatap Fami dan memberi kode untuk masuk ke dalam rumah.
"Aku pikir suaranya berasal dari kamar Lara," ucap Irfani. Ia berlari kecil menuju sebuah jendela yang letaknya di samping rumah.
"Kyaaa..! Lepasin aku! Lepasin!" terdengar lagi teriakan Lara.
"Diam bocah!" bentak seseorang.
Suara teriakan Ira berganti dengan rintihan dan isak tangis yang tak henti-hentinya. Sepertinya perampok tersebut mengikat lengan dan kaki Lara serta menutup mulutnya menggunakan plester.
"Ayo, kita ke lokasi Si Boss!" suara yang berbeda dari yang membentak di awal. Kemudian terdengar suara pintu tertutup.
Tiba-tiba Fami melayang keluar dari jendela.
"Ira! Perampok itu sudah keluar dari kamar Lara," ucapnya. Ira mengangguk.
"Perampoknya sudah keluar dari kamar Lara," ucap Ira mengulangi kata-kata Fami.
"Ha? Beneran? Darimana kamu tahu?" tanya Irfani.
"Coba kulihat," Ana mengintip ke dalam ruangan. Rupanya apa yang Ira katakan benar. Ia mengetuk-ngetuk jendela. Lara yang mendengarnya segera mencari sumber suara dan mendapati teman-temannya di balik jendela. Ia berusaha bangun dan mendekati jendela. Lara membuka jendela kamarnya. Perlahan-lahan mereka memasuki kamar Lara melalui jendela.
"Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Irfan saat melepaskan ikatan dari tangan, kaki, dan plester di mulut Lara.
"Iya. Tapi Ayah dan Mama di sekap di kamarnya oleh orang-orang itu," jawab Lara. Ia menyeka air matanya.
"Ada berapa orang, La?" tanya Irfani.
"Aku cuma lihat 4 orang."
"Kita harus menolong mereka!" ajak Ira.
"Tapi, kan bahaya Ra." ucap Irfani.
"Kalau mereka bawa senjata gimana?" tambah Irfan.
"Tapi kalau ada apa-apa sama Ayah dan Ibu Lara gimana?" balas Ira.
"Tenang semuanya! Aku ada ide..."

16.6.16

The Beautiful of Friendship - Chapter 22

Saat tiba di rumah Ana, Ira langsung menceritakan apa yang didengarnya.
"Perampokan di rumah Lara?" tanya Ana.
"Iya, siang nanti. Gimana, dong? Kita lapor polisi?" ujar Ira.
"Jangan! Jangan! Masih belum pasti dia beraksinya siang hari ini atau hari yang lain."
"Terus kita mesti gimana?"
"Kalau kita periksa rumahnya saja, gimana? Kamu tahu rumahnya?"
Ira menggeleng.
"Tapi, mungkin Irfani tau."
Ira segera menelepon Irfani. Ia menjelaskan dengan singkat mengapa mereka ingin berkunjung ke rumah Lara. Irfani setuju. Ia dan Irfan akan menunggu Ira dan Ana di pertigaan tempat mereka berpisah saat pulang sekolah bersama kemarin.
Ira dan Ana menuju pertigaan secepat mungkin. Di sana sudah ada Irfani dan Irfan membawa dua sepeda.
"Pakai ini! Biar cepat," ujar Irfan. Akhirnya mereka menuju rumah Lara dengan mengendarai sepeda.
"Rumah Lara berapa jauh lagi?" tanya Ira pada Irfani saat di perjalanan.
"Lima belas menit lagi kira-kira," jawab Irfani.
Ira khawatir kalau perampok-perampok itu beraksi hari ini. Jam di tangannya sudah menunjukkan pukul dua belas lebih.
------
Dua puluh menit kemudian, mereka sampai di depan rumah Lara. Irfan dan Irfani menyimpan sepedanya di depan pintu pagar. Mereka mengintip-intip dari pintu pagar yang tinggi itu. Saat Irfan mendorong pintu gerbangnya, rupanya tidak terkunci.
"Pintunya terbuka. Ayo, ayo masuk!" ujar Irfan perlahan-lahan.
Mereka memasuki halaman rumah Lara. Terlihat sepi dan tenang. Mungkinkah perampok itu tidak beraksi hari ini?
"Kyaaaaa...! Tolong! Lepasin! Lepasin...," teriakan berasal dari dalam rumah.
"Itu suara Lara."

15.6.16

The Beautiful of Friendship - Chapter 21

Saat pulang sekolah bersama Irfan dan Irfani, Ira melihat Ana berjalan sendirian di hadapan mereka. Langkahnya agak terseok-seok. Kakinya yang terkilir belum sembuh benar rupanya.
"Ana!" panggil Ira. Ira berlari menghampiri Ana. Irfan dan Irfani mengikuti dari belakang.
Ana merasa seseorang memanggil namanya. Ia berbalik dan mendapati Ira sedang mendekat.
"Hai, Ira, Irfani, Irfan," sapanya.
"Kamu mau pulang, ya? Kita antar, ya." Ira menawarkan diri.
"Eh, gak usah. Aku bisa sendiri, kok."
"Slow aja. Lagian kita bertiga juga searah jalan pulangnya," tambah Irfan.
"Oh. Oke deh," jawab Ana.
Mereka berjalan berempat. Ira membantu Ana berjalan dengan menempatkan lengan Ana pada bahunya.
"Kenapa nggak minta di jemput saja, Na?" tanya Ira.
"Orang tuaku sedang bekerja di luar kota."
"Kalau Ibu?" tanya Irfani.
"Iya, Ibu yang di luar kota."
"Jadi, kamu bersama Ayah-mu?" tanya Irfan.
"Ayahku udah nggak ada, Fan."
"Eh, maaf Ana."
"Nggak apa-apa, kok. Kan, kalian juga nggak tau." jawab Ana sambil tersenyum.
Sesampainya mereka di sebuah pertigaan, Irfan dan Irfani berbelok ke kiri sedangkan Ana dan Ira berbelok ke kanan. Kemudian saat tiba di sebuab perempatan, Ana meminta berhenti.
"Sampai sini aja, Ra. Aku berbelok kemari. Rumah Ira lurus aja, kan?" ucapnya.
"Tapi, kakimu gimana?"
"Nggak apa-apa, kok. Lagian nggak jauh. Tuh, rumahku yang cat warna kuning." Ana mencoba menenangkan Ira.
"Beneran?"
"Iya. Thanks ya Ira."
------------
Minggu pagi, Ira bermaksud berkunjung ke rumah Ana. Dua hari belakangan ini ia tak bertemu dengannya. Ira khawatir kakinya yang terkilir bertambah parah. Ia berangkat dengan berjalan kaki, menuju jalan yang pernah ditunjukkan Ana.
Namun, saat hendak melewati warung makan yang tutup, Ira melihat segerombolan orang menggunakan pakaian hitam-hitam dengan tutup kepala di samping warung tersebut.
"Kita akan memulai aksi kita siang nanti, saat semua orang sedang beristirahat, kita akan menuju rumah Pak Dama, dan kita ambil semua barang-barang berharga di sana!" ucap seseorang yang memiliki tubuh tinggi besar dan berpakaian lebih rapi.
"Siap, Boss!" jawab mereka. Rupanya orang tersebut adalah pemimpin mereka.
Ira tidak menyangka, ia mendengar sebuah rencana perampokan.
"Pak Dama itu, kalau nggak salah nama Ayahnya Lara, kan?"

- to be continued -

14.6.16

The Beautiful of Friendship - Chapter 20

Esok hari setelah fieldtrip selesai, kelompok tiga: Ira, Irfan, Irfani, Deno dan Lara di minta ke kantor untuk memberikan keterangan terkait kejadian di fieldtrip kemarin. Begitu pula Ana, Charlie Angel, dan kedua temannya. Bu Osa memanggil orang tua Lara. Bersama kepala sekolah dan Lara,  mereka berlima membicarakan banyak hal. Termasuk hukuman untuk Lara. Beberapa menit kemudian, Lara dan orang tuanya keluar dari ruangan. Mereka menghampiri Ira.
"Aku... minta maaf. Maaf Ira! Aku sangat iri karena kamu bisa sangat akrab dengan teman-teman di kelas. Maaf untuk segalanya!" ucapnya. Ia menundukkan kepala amat dalam.
Ira merasa tak enak melihat Lara seperti itu. Tapi, ia juga tak bisa berbohong kalau ia tidak merasa sakit hati.
Ira menengok ke arah Irfani. Irfani pun menunduk, merasa bersalah. Ira menengok ke arah Irfan. Irfan justru mengganggukkan kepala, meminta Ira memaafkan Lara. Ira menengok ke arah Ana. Ana tersenyum dan juga menganggukkan kepala.
"Iya. Aku maafin, kok. Kita berteman ya sekarang!" jawab Ira.
Lara menangis dan memeluk Ira.
"Terimakasih, Ira."
------
Ira dan teman-temannya kembali ke kelas setelah memberikan keterangan di kantor guru. Ia teringat ucapan Lara yang mengajaknya bermain bersama-sama dua munggu lagi.
"Jadi, Lara di skors dari sekolah selama dua minggu ya? Lama juga, ya?" ujar Irfan.
"Iya. Aku kasihan sebenarnya," jawab Ira. Ia melihat Irfani sibuk menulis.
"Nulis apaan, Ni?"
"Eh, anu lho. Karena Lara nggak akan sekolah selama dua minggu, aku takut dia ketinggalan pelajaran, jadi...," Irfani malu-malu.
"Kamu membuat catatan untuk Lara?" tanya Irfan.
"I, iya. Lara, kan masih teman kita juga," jawab Irfani. Irfan mendekati Irfani dan menepuk-nepuk kepalanya.
"Good job!" pujinya seraya tersenyum. Irfani merasa senang mendapat pujian tersebut.

- to be continued -

13.6.16

PLEASE

I'm just a little girl
Who can't to say
Some words I want to tell to
You are my mates

Any could what I felt
When I sat up here
Cloudy, windy, so slowly
My firstly, full of sadly

Sounds that makes me dizzy
Car, bus, cycle
In road slippery
Round not fast and not more softly
To accompany me in lonely

Would you to know my feel?
Would you like to get it?
I'm afraid alone here
Won't to dissapeared you
Please forgive me
If I hurted you
(June, 08, 2010)

MY HOPES

I hope, I getting wings
I hope, I can flying
And I will feel everything
A freedom that I'm thinking

Look what can't be looked
Hear what can't be heard
Because clouds will accompany me
When lightning trying to touch me

I hope, I getting fins
I hope, I can swimming
And I will see everything
The beautifully dishes and scaring

Feel what can't be felt
Try what can't be tried
Because stars will show me
If wave starts to sink me

This will be a half part
Half part of my dreams
Half part of my hopes
That will out within my eyes

(July 18, 2010)

IPA 1 SELALU

Aku punya teman baru,
pindahan dari SMP dulu,
ada yang dari Maluku,
dan ada juga dari Bandulu,
warnai hari yang penuh haru,
canda dan tawa kita bersatu,
ketika ulangan tiba, seperti pelajaran Fisika,
contek dan bantu terhadir selalu,
dan satu minggu kita menunggu..

Reff: kata pak guru remedial mulu,
meskipun begitu ku tak pernah coba tuk hentikan,
langkahku...

Malu bertanya gak akan pintar-pintar,
meskipun begitu,
ku tak pernah coba tuk hentikan,
langkahku..

(by: Achmad Hari Suryadi and Agus Dwiyanto)

MANISNYA PEMANDANGAN INDAH

Kecupan surya yang merangkak tinggi

Manis, manis sensasi

Bak alam yang bermain sepoi angin

Tersudut hingga miring

Hanya di sana penuhi mata

Pemandangan indah terpancar darinya

Kilau yang silau tetapi damai

Menarik hatiku yang permai

Kecup lagi surya yang berjalan lurus

Ketika tatapan bertemu terurus

Mendelik lewati seolah mati

Tapi itulah paling kunikmati

Kecup lagi surya yang terjun

Manisnya tak pernah luntur

Biaskan merah bukan darah

Namun aroma yang takkan lelah

Manisnya pemandangan indah

(A present for Imam Subakti)

KU TAK 'KAN TAHU

Senja itu kembali muram
Seiring cepatnya langkah terpaksa berjalan
Menghantarkan kerinduan dalam dendam
Bahwa gagal menggapai kenyataan

Entah hanyalah obsesi
Tak pasti meski
Lebihnya hanya lelah
Mengalir beriring keringat darah

Biar berpaling mendiamkan
Tatapan pancarannya dendam
Hilangkan banyaknya angan-angan
Kubur ingatan pikiran kelam

(August 13, 2010)

The Piece of a Poem II

Under the sunlight..
We tiptoed and have waited..
Follow that light..
We looking and seeing future..

KU INGIN

Matahariku, ku ingin mendengar suaranya
Ingin tahu semangatnya
Hari-hari dengannya
Selalu membuatku tersenyum
Hal yang sulit ku alami di sekolah
Terpecahkan bila ku mendengar suaranya

Kini dia pergi
Berpisah denganku untuk satu pertemuan
Pertemuan yang indah
Yang sekali ku alami saat dengannya

Aku sedih jika dia harus pergi
Dia cahaya hidupku
Yang selama ini aku cari
Tapi ku yakin kaulah matahariku

by: Nie Meid (Dini Meiyana)

MATAHARIKU

Terikmu sinari bumi ini
Menghangatkanku
Memberikan kesehatan

Bagiku kaulah sumber alam ini
Memberi manfaat kepada semua orang

Matahariku
Terima kasih atas pemberianmu
Tanpamu, kami tak tahu yg akan terjadi

Tapi, mengapa kau marah pada kami
Apa karena kelakuan kami ini ?..
Kelakuan yang selama ini bisa melukai kami ?..
Tapi apa daya
Yang selama ini kami lakui
Hanyalah perbuatan orang-orang yg tak bertanggung jawab

Kau marah karena kelakuan kami
Kau menyinari kami dengan sengatan sinarmu
Kemarahanmu bagaikan bom atom yang dapat menghancurkan bumi ini

Maaf.. Maafkan kami
Atas segala kelakuan kami ini
Kami hanya serpihan pasir
yang dapat kau hancurkan dalam hitungan detik

Hal yang kami takuti
Kehilangan mu
matahariku
Yang memberikan kehidupan di dunia ini

by: Nie Meid (Dini Meiyana)

The Beautiful of Friendship - Chapter 19

Ira mencari Ana sejak tiba di villa tempat mereka bermalam. Ia ingin berkenalan dan mengucapkan terimakasih padanya karena telah menolong. Setelah bertanya-tanya kepada siswa kelas lain, ia mendapat informasi bahwa Ana ada di kelas 1F. Ira segera menuju ruangan tempat anak perempuan kelas 1F beristirahat.
"Ira! Ira! Di sini," Fami menunjuk-nunjuk pintu ruangan. Ira menggangguk dan berjalan cepat mendekatinya.
"Permisi." Ira membuka pintu ruangan. Ia melihat Ana sedang membaca buku, kakinya diperban. Tapi, ia tak menyadari Ira memasuki ruangan.
"Ana?" Ira memanggil.
Ana mendongakkan kepalanya. Ia sedikit mengernyitkan dahi.
"Siapa, ya?" tanyanya.
Ira menghentikan langkahnya. Ia mulai tak mengerti, kenapa Ana tiba-tiba tak mengenalinya. Otaknya mulai berpikir. Jangan-jangan saat Ana menolongnya tadi, bukan hanya kakinya yang cedera, tapi juga kepalanya terbentur sehingga sekarang Ana gegar otak dan hilang ingatan.
"Ana! Kepala kamu gak apa-apa, kan? Sebelah mana yang sakit?" Ira panik. Ia mengguncang-guncang pundak Ana karena khawatir.
Ana memperhatikan Ira sebentar, kemudian tertawa.
"Hehehehe...! Ira lucu, ya orangnya?" ucapnya.
"Kamu tahu nama aku?"
Ana mengangguk sambil tersenyum.
"Syukurlah. Aku pikir kamu gegar otak. Eh, tapi... Jadi tadi kamu godain aku?" ujar Ira.
"Haha... Maaf! Maaf!" jawab Ana.
"Hmm, benar ya kata Charlie. Kamu suka ngerjain orang."
Ana hanya tersenyum.
"Tapi, aku mau ucapin terimakasih karena sudah menolongku. Kalau kamu nggak menangkap tanganku, mungkin aku udah nggak ada. Terimakasih, ya."
"Sama-sama. Jangan diulangi, ya!"
"Eh, siapa lagi yang ingin jatuh ke jurang lagi? Tapi, ngomong-ngomong, kok aku nggak pernah melihatmu sebelumnya, ya?"
"Aku siswa pindahan. Dari SMP N Lasanwa," jawab Ana seraya senyum-senyum.
"Lasanwa...," gumam Fami.
"Kenapa?" tanya Ira pada Fami, agak berbisik. Fami menjawab dengan menggelengkan kepala.
"Kenapa, apanya Ra?" tanya Ana. Rupanya ia memperhatikan.
"Nggak, kok. Nggak apa-apa."

- to be continued -

12.6.16

The Beautiful of Friendship - Chapter 18

"IRAA..!"
Tubuh Ira bergantungan. Saat ia mendongakkan kepalanya, seorang anak perempuan berhasil menangkap pergelangan tangannya.
"Bertahanlah!" ujar anak perempuan itu.
Tiba-tiba kaki anak perempuan itu terpeleset seperti halnya Ira. Maka ia pun tergelincir ke dalam jurang bersama Ira. Dengan cekatan anak perempuan itu menggapai ranting yang ada di dinding jurang dengan tangannya, sedangkan tangan yang lain tetap menggenggam pergelangan tangan Ira.
"Kamu...gak apa-apa, kan?" tanya anak perempuan itu dengan wajah yang menahan sakit.
"Iya," jawab Ira.
Di bibir jurang sudah berkumpul guru-guru dan petugas cagar alam. Siswa-siswi yang ingin melihat dijauhkan dari lokasi tersebut. Ira mendongakkan kepalanya. Ia melihat Pak Zulka menurunkan tali ke arah mereka.
"Ira! Cepat berpindah pada tali itu! Kami akan menarikmu ke atas!" ucap Pak Zulka.
Ira mengambil tali tersebut dan berpindah tempat. Ia memanjat hingga tiba di bibir jurang dengan selamat. Pak Zulka kembali menurunkan tali tersebut untuk menolong anak perempuan yang menolong Ira.
"Ana, cepat naik!" teriak Pak Zulka. Tapi anak perempuan bernama Ana itu tidak bisa memanjat sama sekali.
"Ana, ada apa?"
"Kakiku sakit sekali," jawab Ana.
"Baiklah. Akan Bapak tarik talinya. Berpegangan yang erat, ya!"
Dibantu beberapa orang guru dan petugas cagar alam, Ana akhirnya berhasil mencapai bibir jurang dengan selamat. Mereka membawa Ira dan Ana menjauhi wilayah bahaya tersebut menuju pos dimana teman-teman kelompok mereka menantinya.
Tiba-tiba ada dua orang berlari mendekati Ana. Mereka adalah Charlie dan Angel, teman sekelompoknya.
"Ana, kamu nggak apa-apa?" tanya Angel.
"Iya. Gak apa-apa, kok." Ana menjawab seraya tersenyum-senyum menahan sakit.
"Jangan senyum-senyum! Lagi kesakitan juga," balas Charlie. Ia dan Angel menuntun Ana dan membawanya menuju pos.
Ira memperhatikan percakapan mereka bertiga, terutama Ana. Ia ingin menghampiri dan mengucapkan terimakasih pada Ana karena telah menyelamatkannya. Tiba-tiba Irfani berlari, memeluk Ira.
"Ira, kamu nggak apa-apa kan?"
"Iya. Aku nggak apa-apa," Ira tertegun mendapati Irfani yang memeluknya. Ia melihat Lara menatap mereka dengan sebal.
"Irfani. Lara gimana?" tanya Ira saat melepas tangan Irfani.
"Lara jahat, Ra. Dia yang membuatmu jatuh," jawab Irfani.
"Tapi, aku kan jatuh karena terpeleset."
"Bukan. Seharusnya tanah di sana nggak licin. Tapi Lara sengaja membasahi dengan air. Aku nggak bisa mencegahnya, sampai kamu masuk ke dalam jurang. Maaf Ira...!" Irfani menangis dan kembali memeluk Ira.
Pengakuan Irfani terdengar oleh seluruh guru dan siswa-siswi lainnya. Mereka langsung menatap Lara.
"Bohong! Irfani, bohong. Irfani, kamu jangan menuduh sembarangan!" teriak Lara mencoba membela dirinya.
Bu Osa menghampiri Lara.
"Lara! Ayo ikut dengan Ibu! Kita bicarakan ini!"

- to be continued -

11.6.16

The Beautiful of Friendship - CHARACTER

Yuhuu.. My reader.. Ketemu lagi sama writer di sini. Yups! Di The Atri's.
Apaan sih ya?? Hahaha.
Ah, udahan gajenya.
Nah, sekarang writer mau nepatin janji buat perkenalan tokoh-tokoh di THE BEAUTIFUL OF FRIENDSHIP.
Pasti udah gak sabar ya?
Langsung aja deh ya.


1. Fathah Alfirana Nur Ramadhani
Panggilan : Ira
Umur : 13 tahun
Golongan darah : AB
Siswi baru di SMP N 1 Kendangjari yang masuk di awal semester genap. Gak suka cari masalah, tapi over thinking terhadap banyak hal. Ira juga menyukai hal-hal baru berbau ilmu pengetahuan.

2. Satya Fahremi
Panggilan : Fami
Umur : 13 tahun
Golongan darah : O
Sampai chapter 17, latar belakang Fami masih misteri. Tubuhnya tidak bisa disentuh. Ia juga bisa melayang dan menggunakan suatu kemampuan untuk mengendalikan sesuatu cukup dengan menunjuk benda yang diinginkannya. Ia selalu mengikuti Ira kemanapun, banyak bicara dan senang berkelakar.

3. Irfani Setiani
Panggilan : Irfani
Umur : 13 tahun
Golongan darah : B
Saudara kembar tak identik Irfan. Sifatnya agak manja dan mudah dipengaruhi. Ia rajin dan rapi dalam membuat catatan pelajaran.

4. Lirik Damalalararani
Panggilan : Lara
Umur : 12 tahun
Golongan darah : O
Sifat mendominasi adalah ciri khasnya. Lara berbakat dalam mempengaruhi orang lain. Terkadang ia ingin diperhatikan, sehingga ia mencari perhatian dengan melakukan hal-hal kurang baik.

5. Irfan Setiawan
Panggilan : Irfan
Umur : 13 tahun
Golongan darah : A
Saudara kembar tak identik Irfani. Ia begitu menyayangi adiknya. Sampai-sampai dipikirannya hanya ada Irfani. Hobinya membaca buku.

6. Eka Firana Aurora
Panggilan : Ana
Umur : 13 tahun
Golongan darah : A
Sampai chapter 17, Ana memang belum muncul. Ia anak yang banyak taktik dan jarang mengeluh. Ia juga murid pindahan ke SMP N 1 Kendangjari.

8.6.16

The Beautiful of Friendship - Chapter 17

"Lara! Irfani! Ini punya kalian. Irfan dan Deno, yang ini." Ira membagi-bagikan rangkuman pada teman kelompoknya. Irfan dan Deno merasa tak enak dan sangat berterimakasih. Sedangkan Lara dan Irfani menatapnya dengan sebal. Mereka merasa hal tersebut sama sekali tak mengganggu Ira. Kemudian, Ira mengambil kotak makanan miliknya.
"Aku udah boleh makan, ya." ujarnya. Ia duduk di samping Deno.
"Ira! Enak, ya?." Fami muncul dengan wajah memelas. Tapi Ira hanya dapat menjawabnya dengan tersenyum, karena ia sedang bersama teman-temannya.
-------
Setelah mengumpulkan tugas rangkuman, Bu Osa mengumumkan waktu istirahat selama 30 menit. Siswa-siswi diperbolehkan istirahat dimana pun asalkan tidak mendekati wilayah bahaya dan tidak terlalu jauh dari pos. Selain itu, mereka juga harus memperhatikan teman-teman sekelompoknya.
Ira menggunakan waktu ini untuk melihat-lihat tanaman di sekitar pos. Banyak tanaman yang namanya baru ia ketahui saat fieldtrip tadi. Baru beberapa menit ia melihat tanaman, Deno memanggil untuk berpindah tempat.
Ira merasa kelompoknya telah melewati palang tanda bahaya. Ia mencoba untuk menegur teman-temannya.
"Anu, teman-teman! Kayaknya kita mesti balik lagi, deh. Kita kan udah melewati palang bahaya," ujarnya.
Irfan dan Deno menghentikan langkah mereka.
"Oh, benarkah? Wah, aku nggak lihat. Keasyikan ngobrol sama Deno, nih." ucap Irfan.
"Yuk, kita balik aja!" tambah Deno.
Tapi, Lara dan Irfani tetap berjalan. Mereka semakin jauh meninggalkan Irfan, Deno, dan Ira. Ira melihat mereka berlari menuju bibir jurang.
"Hei! Jangan kesana!" teriak Ira. Ia berlari menuju Lara dan Irfani. Irfan dan Deno mengikuti di belakangnya.
"Memangnya kenapa?" tanya Irfani, ketus. Saat Ira berada di hadapannya.
"Bu Osa, kan sudah memperingatkan: Jangan mendekati wilayah bahaya!" jawab Ira.
"Ah, peduli amat sama Bu Osa. Dia itu cuma orang dewasa yang bisanya ngatur-ngatur doang," balas Lara.
"Tapi, La...."
"Udah, ah! Gak usah sok tahu!" Lara memotong seraya mendorong tubuh Ira. Ira mencoba menyeimbangkan tubuhnya yang hampir terjatuh. Tapi pijakannya tergelincir. Tubuhnya terjatuh ke arah jurang.
"IRAAAA...!!!"

- to be continued -

7.6.16

The Beautiful of Friendship - Chapter 16

Tes tes ... Hmm..
Sebelum masuk ke chapter 16, writer maua ngasih kabar nih reader. Kabar baik, kok. Tenang! Tenang!
Jadi, rencananya writer akan memperkenalkan tokoh-tokoh di The Beautiful of Friendship kepada reader semua. Cuma, masih tahap persiapan ni. Jadi, yang sabar ya.
Gak kerasa udah chapter 16 aja 😣😣😣
So cekidot deh -->>

The Beautiful of Friendship - Chapter 16

Dua minggu kemudian, siswa-siswi SMP N 1 Kendangjari menuju Cagar Alam Pyakumbuh untuk melakukan fieldtrip. Siswa-siswi dipandu oleh tour guide yang juga memperkenalkan macam-macam tumbuhan yang hidup di cagar alam. Beberapa lokasi cagar alam amat rawan, karena terdapat lembah-lembah yang dalam.
"Oke, adik-adik! Sekarang kita kembali ke pos untuk beristirahat. Silahkan Bu Osa!" tour guide yang memandu kelas Ira menghentikan penjelasannya. Ia mempersilahkan Bu Osa untuk memandu siswa-siswinya kembali ke pos jaga.
"Terimakasih Pak Ebi atas panduannya. Ayo semuanya, kita kembali ke pos jaga untuk makan siang!"
"Yeee!" siswa-siswi berseru kegirangan.
"Sssttt! Tapi, setelah makan siang, kalian sharing catatan dengan teman kelompok masing-masing. Trus dikumpulkan kepada ketua kelas. Mengerti?"
"Iya, Bu."
Siswa-siswi Bu Osa mulai berjalan menuju pos jaga. Di sana sudah ada kelas lain yang juga sedang beristirahat. Mereka mengantri untuk mengambil boks makan siang.
"Kita makan di sana, yuk!" ajak Irfan pada teman-teman kelompoknya: Ira, Lara, Irfani, dan Deno. Ia menunjuk tempat teduh di bawah pohon yang cukup besar.
Saat sampai di bawah pohon, Ira langsung mengambil posisi duduk yang ia pikir paling nyaman.
"Enak, nih. Fam, sini makan!" ucapnya agak pelan. Fami mengikuti Ira dan duduk di sampingnya.
Tiba-tiba Lara dan Irfani telah berdiri di hadapan Ira.
"Nih!" Lara melemparkan lembaran kertas HVS yang digunakan mencatat saat berkeliling cagar alam tadi.
"Lho, kok, dikasih ke aku semua?" tanya Ira polos.
"Iyalah. Kamu salin semua itu! Sekaligus buat rangkuman untuk kami berempat!" perintah Lara seenaknya.
"Kok, aku semua yang ngerjain?" protes Ira.
"Berani proter kamu, ya?"
Lara mengambil kotak makanan Ira dengan paksa. Meski pun Ira melawan balik, tapi tarikan Lara lebih kuat, sehingga ia tak mendapatkan kotak makannya kembali.
"Kerjain dulu semuanya, baru boleh makan," ujar Lara. Ia meninggalkan Ira menuju pohon rindang yang lain. Ia memaksa Deno dan Irfan untuk menjauhi Ira. Irfan yang protes menjadi tak berkutik ketika Lara membawa-bawa adiknya, Irfani. Ia hanya bisa menatap kasihan pada Ira.
"Tuh orang makin lama, makin nyebelin, ya?" gumam Fami.
"Sudahlah, Fam. Biarin aja!" balas Ira. Ia mulai menyalin tulisan-tulisan teman sekelompoknya.
"Kamu mau ngerjain semuanya?"
"Mau gimana lagi? Kalau nggak aku kerjain, aku nggak dapat makan siang."
"Benar-benar orang itu. Sampai mengambil makan siangmu, Ra. Kok, aku yang kesal sih," gerutu Fahmi. Ia menahan tinju tangannya. Tapi, Ira hanya menanggapinya dengan tersenyum.
"Kamu harus balas mereka, Ra!"
Ira menggeleng kepalanya.
"Ya udah kalau nggak mau. Biar aku yang balas." Fami melayang mendekati Lara.
"Fami, jangan!" teriak Ira, mencoba mencegah. Teman-teman sekitar menatap ke arahnya. Ira membalasnya dengan tertawa-tawa dan kembali ke posisi awalnya.
Meskipun Fami tidah bisa menyentuh manusia secara langsung, ia bisa menggunakan kemampuan yang dimiliki seperti saat membantu Ira keluat dari gudang. Fami menunjuk ranting kecil tepat di atas kepala Lara. Ranting tersebut tiba-tiba patah dan jatuh tepat di kepala Lara.
"Aduh!" seru Lara. Ia mengusap-usap kepala dengan tangan penuh saus.
"Aaaahh, jadi kotor kan!" gerutunya.
Irfa , Deno dan Irfani menertawakan Lara yang rambutnya penuh dengan saus.
"Diam! Jangan ketawa!" teriak Lara.
Fami melayang kembali mendekati Ira yang tertawa geli melihat reaksi Lara.
"Gimana? Gimana?" tanya Fami.
"Kamu tuh, usil banget."
"Tapi seneng, kan? Rasain, tuh! Hihihi."
"Udah, ah! Lebih baik bantu aku salinkan catatan ini ke kertas yang lain," pinta Ira.
"Ok!"
Fami menunjuk kertas-kertas HVS di tangan Ira. Seketika, seluruh kertas sudah berisi tulisan sesuai yang Ira inginkan.
"Ih, keren. Terimakasih ya, Fam. Akhirnya aku bisa makan," ucap Ira.
"Ah, biasa aja." Fami malu-malu salting. Tapi Ira telah berlari mendekati Lara dan lainnya.
"Yaaahhh, di tinggal...," ujar Fami saat sadar dirinya sudah sendirian. Ia melayang menyusul Ira.

6.6.16

The Beautiful of Friendship - Chapter 15

Esok harinya, Ira berangkat sekolah seperti biasa. Namun, ia melihat keramaian dekat papan pengumuman sekolah. Karena penasaran, Ira mendekati mereka untuk melihat pengumuman yang begitu perhatian siswa-siswi sekolahnya.
"Hoo... Field trip," gumam Ira ketika membaca judul di atas kertas yang tertulis besar-besar.
Tiba-tiba terdengar bel sekolah. Seluruh anak-anak yang ikut berkerumun membubarkan diri dan berlari menuju kelas masing-masing. Begitu pun Ira. Ia memasuki kelas dan langsung menuju bangkunya. Semenit kemudian Bu Osa datang. Beliau menyimpan tas kerja di mejanya.
"Kalian pasti sudah lihat pengumumannya, bahwa minggu depan sekolah kita akan mengadakan field trip. Ibu harap, seluruh kelas bisa mengikuti kegiatan ini." Bu Osa memberikan pengumuman.
"YEEE!!!" seluruh kelas bersorak menyambut liburan mereka.
"Ssssttt, dengarkan dulu!" Bu Osa menenangkan.
"Nah, karena itulah, hari ini akan Ibu bagikan kelompok. Selama field trip nanti kalian harus bersama-sama dengan kelompok kalian. Mengerti?"
"Mengerti, Bu."
"Ibu mulai, ya." Bu Osa duduk di mejanya. Ia membuka absensi kelas dan buku catatan.
"Kelompok pertama: Nina, Lala, Mimi, Pepen dan Nana. Kelompok kedua: Saras, Budi, Aat, Fali, dan Segi. Kelompok ketiga: Lara, Irfani, Deno, Irfan, dan Ira. Selanjutnya...,"
Ira terkejut mendengar namanya, ditambah ia sekelompok dengan orang yang sepertinya tidak ingin sekelompok dengannya. Ia melirik ke arah Lara dan Irfani. Wajah mereka sudah terhias dengan senyum mengerikan. Sepertinya Lara memiliki rencana untuknya saat field trip nanti.
"Beruntung banget nasibmu, Ra." Ledek Fahmi. Ia cekikikan sambil memegangi perutnya.
"Gimana, nih?" gerutu Ira.
"Tenang-tenang! Aku akan bantu kamu. Ok?"

5.6.16

The Beautiful of Friendship - Chapter 14

Esok harinya, Ira datang ke Taman Bermain Kendangjari lebih awal beberapa menit dari waktu pertemuannya dengan Irfan. Ia menunggu di bangku dekat pintu gerbang taman bermain bersama Fahmi yang sejak berangkat tadi terus mengikutinya.
Satu menit lewat dari waktu pertemuan, Ira melihat Irfan berjalan mendekatinya. Ia memperhatikan sekeliling Irfan, takut ada Irfani dan Lara yang mengikuti. Tapi, pengunjung taman bermain sedang padat-padatnya, sehingga Ira tak yakin kalau ia tak melihat Irfani dan Lara.
"Fahmi! Coba kamu cek! Irfan datang ke sini ada yang ngikutin nggak?" ujar Ira agak berbisik.
"Siap, deh!" Fahmi melayang menuju Irfan dan mulai mondar-mandir mengecek berbagai tempat yang dicurigai sebagai lokasi persembunyian. Kemudian ia melayang kembali mendekati Ira untuk melaporkan hasil penyelidikannya.
"Aman," ucap Fahmi seraya menaikkan kedua jempol tangannya. Ira hanya mengangguk menanggapi laporan Fahmi, sebab Irfan sudah hampir sampai.
"Ng... Pagi Ira," sapa Irfan dengan gugup.
"Pagi," balas Ira seraya tersenyum.
"Ng... Masuk sekarang?"
Ira menjawab pertanyaan Irfan dengan anggukan. Kemudian mereka memasuki taman bermain bersama-sama. Beberapa saat berjalan kaki, Ira hanya mengikuti Irfan yang masih terdiam.
"Kok, dia diam aja sih?" Fahmi berbisik pada Ira.
Ira hanya menjawabnya dengan tersenyum seraya mengangkat bahunya.Tiba-tiba Irfan berhenti. Ia memutar tubuhnya menghadap Ira.
"Kita ngobrol di rumah makan saja, yuk!" ajaknya.
"Boleh," jawab Ira. Ia dan Irfan berjalan menuju rumah makan yang ditunjuk Irfan.
Sampai pesanan datang, Irfan masih terdiam dan belum bicara apa pun lagi. Hal ini membuat Ira jadi kesal, ia memutuskan untuk membuka obrolan mereka.
"Kamu datang sendiri, kan?"
Pertanyaan Ira membuat Irfan terkejut. Ia berpikir, tentunya Ira tak lagi sepenuhnya percaya dengannya karena kejadian di belakang sekolah kemarin.
"I, iya. Sendiri," suara Irfan terbata-bata.
"Anu, Ira... Aku minta maaf," Irfan menundukkan wajahnya dan posisi tangan memohon di atas kepala.
"Aku sama sekali nggak bermaksud untuk mencelakakanmu. Lara mengancamku kalau ia akan menyakiti Irfani jika aku tak mau mengikuti perintahnya. Jadi, aku terpaksa...," Irfan mengangkat kepalanya sedikit, mengintip wajah Ira.
"Mau kan, kamu maafin aku, Ra?" tanyanya.
"Iya. Aku ngerti, kok Fan. Sudah, sudah! Angkat kepalanya!" jawab Ira.
Irfan mengangkat kepala dan menurunkan kedua tangannya.
"Thank you, Ira."
Tiba-tiba Fahmi muncul di belakang Irfan.
"Ira! Ada Irfani dan Lara memasuki taman bermain. Sepertinya mereka menuju ke sini," ujarnya.
Ira mengernyitkan dahinya. Bukankah tadi Irfan datang sendirian? Bahkan Fahmi sudah memeriksanya.
"Irfan, kita pindah yuk ngobrolnya!"
"Loh, kenapa?"
"Nggak apa-apa. Ayo!" Ira menarik lengan Irfan keluar rumah makan lewat pintu samping. Ia melihat sekitarnya takut Lara dan Irfani melihat mereka. Tapi sepertinya mereka belum sampai ke rumah makan. Ira menarik Irfan berlari menjauhi rumah makan.
"Ira! Kita mau kemana?" ujar Irfan. Tiba-tiba kakinya tersandung kaki bangku di samping pagar komedi putar. Irfan terjatuh.
"Ah, maaf Irfan! Dimana yang sakit?" tanya Ira. Ia berjongkok membantu Irfan berdiri dan membuatnya duduk di bangku.
"Nggak apa-apa, kok. Tapi, kenapa kamu buru-buru gitu keluar rumah makan?" Irfan balik bertanya. Tangannya mengusap-usap lutut kanan kakinya. Ira yakin kalau tadi Irfan terjatuh cukup keras dan luka Irfan harus segera di kompres.
"Irfan. Aku beli minuman dingin sebentar, ya. Kamu tunggu di sini!" Ira langsung berlari mencari mesin minuman dingin. Ia meninggalkan Irfan yang berusaha mencegahnya.
"Ira, kok gak jawab pertanyaanku, sih?" gumam Irfan.
"Ya iyalah. Dia tau adik lu datang," Fahmi menggerutu. Meskipun ia tahu Irfan tak bisa mendengar suaranya.
"Irfaaann!" suara seseorang dari jauh. Bukan suara Ira. Irfan menolehkan kepalanya ke arah suara tersebut.
"Irfani?"
"Nah, lho! Ketauan!" seru Fahmi.
Irfani bersama Lara, mereka setengah berlari mendekati Irfan.
"Kok, kamu ke taman bermain gak ngajak aku, sih?" gerutu Irfani saat tiba di samping Irfan.
"Kamu lagi nunggu siapa, Fan?" tanya Lara.
"Aku sendirian, kok. Pengen jalan-jalan sendiri aja. Kalian kok bisa tahu aku di sini?" jawab Irfan.
"Aku lihat tiket kamu kemarin. Jahat banget, sih gak ngajakin aku," jawab Irfani.
"Iya maaf. Ya udah. Sekarang kita jalan-jalan, yuk! Mau naik apa? Kora-kora?" Irfan berdiri. Ia mendorong Irfani dan Lara untuk menjauh dari bangku.
Tak lama setelah Irfan, Irfani, dan Lara pergi, Ira datang. Ia membawa dua minuman kaleng. Hanya Fahmi yang ada di bangku.
"Irfan mana?" tanyanya.
"Pergi, sama Irfani," jawab Fahmi.
"Jadi, Irfani dan Lara tau kalau dia pergi sama aku?"
"Irfan gak bilang apa-apa, kok tentang kamu."
"Hm. Padahal masih ada yang mau kutanyakan."

- to be continued -

4.6.16

The Beautiful of Friendship - Chapter 13

Untuk Ira.
Aku minta maaf, ya Ra. Aku sama sekali nggak berniat untuk menjahatimu. Semua rencananya Lara. Ia benar-benar ingin mencelakakanmu.
Aku sudah menolaknya dari awal. Tapi, Lara mengancamku. Ia bisa melakukan apapun pada Irfani, jadi aku terpakasa mengikuti seluruh perintahnya. Kalau begini terus, Irfani akan semakin menjauhimu, Ra. Aku tidak mau dia terpengaruh oleh Lara.
Tapi, aku tak tahu harus berbuat apa. Aku sangat sulit mendekatinya sekarang. Lara selalu bersama dengannya. Karena itu aku ingin minta bantuanmu, Ra.
Bisakah besok kita bertemu?
Dari Irfan.
-------
Isi dari kertas yang diberikan Irfan pulang sekolah tadi. Ira membacanya saat malam setelah selesai mengerjakan PR. Di dalamnya terselip tiket Taman Bermain Kendangjari.
"Cie... Mau ketemuan ni ye?" seseorang tiba-tiba muncul di belakangnya.
"Fahmi?!"
"Hehe. Kaget, ya? Jadi, kamu mau datang atau nggak?" tanyanya kemudian.
"Hm, nggak tau juga, sih. Eh, bentar! Kamu kok bisa tahu rumahku?" Ira baru menyadari.
"Hehe. Kan aku selalu ngikutin kamu kemana pun,"
"Ha?! Siapa yang minta diikutin?! Dasar manusia setengah-setengah!" Ira melemparkan bantal dan gulingnya meskipun menembus tubuh Fahmi. Tak sengaja kertas dan tiket yang di berikan Irfan terjatuh.
"Ira...! Ada temennya datang?" suara Ibunya Ira dari luar kamar. Ira langsung tertegun dan menutup mulutnya.
"Gak ada, Bu. Aku lagi latihan drama," jawab Ira. Ibunya percaya dan kembali menuju ruang tengah.
"Makanya, jangan teriak-teriak!" Fahmi mengambil tiket taman bermain dan memberikannya pada Ira.
"Itu kan salahmu. Lho, kok kamu bisa pegang tiketnya?" Ira mengambil tiket dari tangan Fahmi.
"Hm, gak ngerti juga sih. Kadang suka begini. Jadi, kamu mau datang besok?"
Ira tak langsung menjawab. Ia menatap tiket di tangannya.
"Kalau ini jebakan lagi, gimana?" gumamnya. Tangan Ira gemetaran, bahkan matanya mulai basah.
"Kan ada aku. Nanti kuikuti dari belakang," hibur Fahmi.
Ira mengangkat kepalanya. Ia menatap wajah Fahmi yang tersenyum lebar. Ira mulai tersenyum.
"Thanks ya, Fahmi."
"Slow aja! Hahaha," Fahmi menggaruk-garuk kepalanya salting.

- to be continued -

3.6.16

Perjalanan Anyar - Papandayan

PERJALANAN ANYAR – PAPANDAYAN

Gue tuh suka kesulitan saat mencari kalimat pertama dalam menulis. Hehehe...
Oke, tulisan kali ini akan memaparkan tentang my trip waktu libur panjang awal bulan Mei yang lalu, yaitu tanggal 5-6-7-8 Mei 2016. Sebuah trip yang seru bareng sama teman-teman kampus dan teman-temannya teman kampus... Hahaha.. intinya, teman gue nambah di trip kali ini. Jadi kemana sebenarnya trip gue? Kita semua hiking, ke Gunung Papandayan... Yeeeee...
Seperti biasa, sebelum pergi-pergi jauh begitu gue mesti perkirakan berapa bugdet yang cukup untuk perjalanan. So, buat mencari referensinya, gue bertanya Mbah Google. Tapi, eh, eh, eh... ternyata sedikit banget web yang sharing tentang akomodasi ke Gunung Papandayan, terutama dari daerah asal gue, yaitu Anyar. Iya... yang pantai Anyar itu loh... yang pernah ada bc kalau makan di Anyar itu mahal gitu loohh... Btw, tuh hoax tuh.. Jangan percaya sama Bc-Bc gak jelas.. lu mesti verifikasi langsung sama warga asalnya... Hehehe
Kembali ke pembahasan pencarian referensi akomodasi Gunung Papandayan. Nah, pokoknya kagak dapet aja yah. Gue dapetnya paling cerita pengalaman doang sama trayek-trayek ke Puncak Gunung Papandayan-nya.. Tapi, yang gue butuhkan bugdet men, budget... hehehe
So sekarang gue mau share ni, bugdet atau biaya yang dibutuhkan untuk ke Gunung Papandayan dari Anyar – Garut. Oke, cekidot...
Pertama, gue kasih tau dulu ya kalau rumah gue bener-bener di Anyar-nya... dan perjalanan gue pakai kereta, jadi agak-agak beda banyak gitu sama perjalanan pake bus... tapi, nti gue share juga kok.. sip.. yuk kita mulai..
Karena perjalanan gue pakai kereta, so gue mesti ke stasiun. Stasiun yang deket Anyer ya paling dekat adl Stasiun Krenceng. Di Stasiun krenceng kereta ada empat jam pemberhentian kereta oleh KA Patas Merak, yaitu 1) 06.15, menuju Stasiun Angke Jakut, 2) 11.30, menuju Stasiun Merak, 3) 14.15, menuju Stasiun Angke, dan 4) 18.30,menuju Stasiun Merak. Jadi, kalau gue mau ke Garut, gue mesti naik yang jam 6 pagi atau jam 2 siang. Nah, karena perjalanan ke Garut jauhnya pake banget, maka gue berangkat jam 05.30-an dari Anyar.
Perjalanan Anyar-Stasiun Krenceng sekitar 20-40 menitan (tergantung kendaraan), kalau pakai angkot yang warna silver jurusan Cilegon, bayar sekitar 5000-7000 (kalau sopirnya kagak cerewet). Sampai Stasiun jangan lupa beli tiket, harga tiket 8000 aja, bilang ke abang tiketnya kalau kita mau ke Stasiun Duri. Saat kereta datang, tempat duduknya gak perlu sesuai tiket kok, jadi terserah kita mau duduk di mana.
Perjalanan Stasiun Krenceng-Stasiun Duri 4,5-5 jam, tergantung kecepatan dan kesibukan jadwal kereta. Karena KA Patas Merak termasuknya kelas ekonomi, jadi suka ngalah sama kereta eksekutif yang mahalan dikit tiketnya, yang sabar yaaa...
Sampai Stasiun Duri, jangan salah keluar di pintu keluar KRL ya. Ada pintu khusus untuk penumpang KA Patas –atau KA ekonomi lokal, biasa disebutnya-. Jadi, kita kasih tiket yang kita beli ke Pak Satpam yang jaga di pintu, jangan sampai hilang ya, nanti dikira penumpang gelap –hehehe-.
Setelah itu, kita menuju stsiun berikutnya menggunakan KRL. So, kita mesti beli tiket lagi di loket khusus KRL. Tujuan selanjutnya dalah stasiun Tanjung Barat. Harga tiketnya 15000 (10000 jaminan dan 5000 harga perjalanan, yang jaminan masih bisa di tarik, jadi jangan sampai hilang tiketnya). Kita naiknya kereta yang jurusan Depok atau Bogor. Lama perjalanan Stasiun Duri-Stasiun Tanjung Barat sekitar 1,5 jam.
Kebetulan, kelompok pendakian gue meeting point-nya di Stasiun Tanjung Barat. Jadi, setelah semuanya berkumpul, barulah kita bareng-bareng berangkat ke Terminal Rambutan pakai angkot warna merah, jurusan Terminal Rambutan, estimasi waktu sekitar 15-30 menit, soalnya suka macet. Ongkosnya 5000 ya.
Nah, tadi kalau pakai kereta. Kalau pakai bus gimana? Gini loh, utk ke terminal bus, kita bisa ke Terminal Seruni yang ada di Cilegon. Jadi, naik angkot sampai Cilegon dengan ongkor Anyar-Cilegon 10000, waktunya 45menit-1 jam, tergantung waktu ngetem dan kecepatan angkot.Turun di Cilegon, cari angkot warna ungu, nah tanya dulu ke Terminal gak? Soalnya, bisa aja tu angkot ke PCI. Kalau bener ke terminal, langsung naik dah, paling Cuma 15 menit, ongkos Cilegon-Terminal Seruni 5000. Sampai terminal, naik bus jurusan Merak-Rambutan. Untuk biaya bus sekitar 25000-30000, gue udah agak lupa, karena semenjak tau ada KA Patas jadi jarang naik bus, Hehehe.
Sampai di Terminal Rambutan (siapin aja 1000an buat biaya masuk terminal), langsung naik bus jurusan Rambutan-Garut. Kalau ngetem, sabar aja yah. Sistemnya memang nunggu sampai penuh/setengahnyalah baru deh jalan. Ongkos bus 55000 aja. Perjalanan kalau normal paling 4 jam, kalau macet bisa sampai 6-7 jam. Jadi yang sabar yooo.
Sampai Garut, kita masuk Terminal Garut. Trus kita naik Elf ke Kisarupan sekitar 1 jam, ongkos 20000. Sampai Kisarupan, kita naik mobil bak kecil untuk ke pintu masuk jalur pendakian. Nanti kita melewati gerbang gitu dan diminta melakukan registrasi anggota dan pembayaran. Biaya masuknya sekitar 20000-an (ingatan gue samar-samar, yang pasti gak lebih dari 20000 lah). Biasanya kita di antar sampai pos masuknya, Cuma waktu itu kelompok gue belum nyampe pos masuk udah diturunin, hehehehe.. jadi mesti jalan dikit lagi.. Pas di pos masuk, kita tunnjukkan tiket yang udah kita beli di pintu gerbang tadi. Di pos juga dilakukan pencatatan nama anggota.
Terus, kita jalan lagi hingga ketemu Camp David. Nah, di sini kita udah boleh dirikan tenda kalau misalnya kemalaman mau naik. Di Camp David masih banyak warung, Mushola, dan kamar mandi.
Oke. Mungkin sekian dulu untuk informasi mengenai biaya akomodasi perjalanan Anyar-Garut Papandayan. Biaya dan waktu pulang juga sama kok, jadi bisa dikali dua ja yaooo..
Kalau untuk pengalaman gue di pendakian Papandayan, tunggu tulisan gue selanjutnya ja yoo..
Tulisan ini gue persembahkan buat teman-teman tim pendakian gue: Fanny, Parara, Ojan, Rahman, Ari, Kak Shelly, dan Irma. Thanks guys, you are the best.

Aplikasi Pulsa Gratis

Mau browsing tapi quota habis? Yuk download Cashtree Android app dan dapatkan Rp 50.000 cash gratis setiap bulan! bisa buat beli quota.

Install lewat referral link langsung dapat 1.000 cash.

https://invite.cashtree.id/etwb3q

Aplikasi Pulsa Gratis

Mau browsing tapi quota habis? Yuk download Cashtree Android app dan dapatkan Rp 50.000 cash gratis setiap bulan! bisa buat beli quota.

Install lewat referral link langsung dapat 1.000 cash.

https://invite.cashtree.id/etwb3q

The Beautiful of Friendship - Chapter 12

"Permisi," ujar Ira mengetuk pintu kelas.
"Ya, masuk!" suara Pak Iwan, guru Bahasa Indonesia.
Ira memberanikan membuka pintu. Ia menatap Pak Iwan yang sedang menulis di papan tulis.
"Kenapa kamu telat, Ira?" tanya Pak Iwan.
"Anu, Pak...," Ira kebingungan saat hendak menjawab pertanyaan Pak Iwan. Ia melihat arah bangkunya, ada Fahmi di sana. Fahmi menggerakkan mulutnya, mengatakan sesuatu tanpa bersuara. Katanya 'TOILET'. Ira langsung mengerti maksud Fahmi.
"Saya tadi dari toilet, Pak. Tapi ternyata penuh, Pak. Jadi, saya mengantri lama sekali, Pak." alasan Ira.
"Ya sudah. Duduk!" Tanpa basa-basi apa pun, Pak Iwan mengizinkan Ira memasuki kelas.
Saat menuju bangkunya, Ira melihat Irfan menatap takjub padanya. Ia juga memperhatikan Lara dan Irfani yang berbisik seraya memperhatikan dirinya. Tapi, Ira tak memedulikan semua itu. Ia tetap berjalan tenang seolah tak terjadi apa pun.
"Kok dia bisa keluar, ya?" tanya Irfani pada Lara seraya berbisik.
"Udah kamu kunci belum sih pintunya?" Lara balik bertanya.
"Udah, kok."
"Apa Irfan yang bantu dia?"
"Irfan, kan bareng-bareng kita terus."
"Awas saja. Selanjutnya nggak akan gagal." Lara dan Irfani mengerlingkan mata dan menggoyangkan bibirnya karena merasa sebal.
"Hoho... Jadi mereka ini yg membuat Ira terkurung di gudang. Sepertinya kejahilan mereka belum selesai." Fahmi yang sejak tadi mendengarkan, berpikir untuk memperingatkan Ira.
Saat pulang sekolah, Ira masih asik merapikan buku-buku saat pelajaran terakhir tadi. Tiba-tiba Irfan mendekatinya dan melemparkan sesuatu. Irfan segera berlari keluar kelas setelahnya. Ira kembali memperhatikan benda yang Irfan lemparkan, sebuah lipatan kertas. Dengan cepat Ira memasukan kertas tersebut dalam tasnya dan bergegas pulang.