Cute Brown Spinning Flower

2.5.16

The Beautiful of Friendship - chapter 6

Esoknya, Ira melihat Irfan berjalan sendirian saat memasuki kelas. Padahal biasanya ia selalu berangkat bersama-sama dengan Irfani.
"Jadi, Irfani masih sakit." batin Ira. Ia menundukkan wajahnya memikirkan kejadian kemarin, saat ia berkunjung ke rumah Irfani.
"Ira!"
"Ah! I, iya Fan!" Ira terkejut. Panggilan Irfan membuat ia terbangun dari lamunannya. Irfan memperhatikan Ira sejenak.
"Kemarin kamu nggak menemui Irfani, ya? Kenapa?" tanya Irfan.
Ira tak langsung menjawab. Sebenarnya ia ingin memberitahu Irfan tentang perkataan Lara kemarin. Tapi, ia takut hal tersebut justru menambah masalah.
"Jawab pertanyaanku, Ra!" Irfan memaksa.
"Nggak kenapa-kenapa, kok. Aku cuma nggak mau Irfani tambah emosi gara-gara aku datang," jawab Ira sekenanya.
"Kamu nggak bohong, kan?"
"Nggak, kok."
Irfan masih memperhatikan Ira yang memalingkan matanya. Ia merasa Ira menyembunyikan sesuatu.
"Baguslah kalau gitu. Tapi kalau ada apa-apa, cerita aja." Irfan menghentikan interogasinya.
"Iya. Thanks ya."
Beberapa menit kemudian bel masuk berbunyi. Bu Osa segera memasuki kelas diiringi anak-anak yang berlarian menuju bangkunya. Beliau mengumumkan bahwa hari ini akan diadakan ulangan matematika. Bu Osa membagikan soal ulangan dan segera memulai setelah seluruh anak kelas siap.
Ira mengerjakan soal-soal ulangan dengan serius. Ia sudah mempelajari materi ulangan hari ini sejak dua hari yang lalu. Sehingga Ira tak terlalu sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
"Ups! Ada yang salah," batinya saat salah menulis persamaan matematika. Ia meraba-raba laci meja untuk mengambil penghapusnya. Namun, tanganya meyentuh sesuatu seperti kertas yang dilipat-lipat. Karena penasaran, ia mengeluarkan lipatan kertas dari laci.
"Apa ini?" gumamnya. Tanpa curiga, Ir membuka lipatan kertas tersebut. Di dalamnya tertulis jawaban-jawaban ulangan matematika. Mata Ira terbelalak. Ia tak pernah membuat kertas contekan seperti ini.
"Ada apa, Ira?" tegur Bu Osa saat melihat Ira berhenti mengerjakan ulangan.
Ira berusaha menyembunyikan kertas tersebut.
"Nggak ada apa-apa, Bu."
"Kertas apa itu? Bisa Ibu lihat?" Bu Osa berjalan mendekat dan meminta Ira memberikan kertas yang dipegangnya. Ira memberikan kertas tersebut pada Bu Osa. Beliau geleng-geleng kepala saat melihat isi kertas.
"Kertasnya Ibu ambil. Setelah selesai ulangan, kamu ikut Ibu ke kantor!" ujar Bu Osa.
"Tapi Bu, itu bukan milik saya...," Ira melakukan pembelaan.
"Kita bicarakan hal ini di kantor ya, Ira. Yang lain lanjut kerjakan ulangan!" Bu Osa kembali ke mejanya.
Suasana kelas kembali tenang. Sangat berbeda dengan isi hati Ira. Konsentrasinya terpecah, tidak lagi menjawab soal-soal di hadapannya. Ia benar-benar tak percaya ada seseorang yang mencoba memfitnah dirinya. Rasanya Ira ingin sekali menangis. Apa kesalahannya hingga ada yang tega melakukan hal tersebut? Matanya mulai basah. Tapi, ia tahan agar tak ketahuan teman-temannya. Sampai akhirnya, Bu Osa memberi tanda bahwa waktu ujian berakhir. Teman-teman mulai mengumpulkan lembar jawaban dari ulangan tersebut, begitu pun Ira.
"Ayo, Ira!" Bu Osa mengajak Ira saat hendak menuju ruang guru.
Ira berjalan gontai mendekati beliau. Seluruh teman sekelas menatapnya dengan tatapan sinis, ada juga yang kasihan, tapi semua itu tak ada artinya bagi Ira. Tak satu pun yang mau membantunya, kan?
********
"Ibu benar-benar tak menyangka. Siswa dengan nilai terbaik di kelas, ternyata menyontek." Ucap Bu Osa.
"Tapi, Bu. Kertas itu bukan milik saya," jawab Ira.
"Kalau bukan milikmu, terus milik siapa? Kertas ini ada di laci mejamu, kan?"
"Iya, Bu. Tapi, saya benar-benar nggak menyontek."
"Sudahlah. Hari ini, kamu, Ibu maafkan. Tapi lain kali kalau ketahuan kamu menyontek lagi, Ibu akan beri hukuman. Sekarang, kembali ke kelasmu!"
Ira tak menjawab apa pun. Ia hanya mengangguk dan segera berjalan keluar dari ruang guru dengan menunduk. Ia merasa tak melakukan kesalahan apa pun, hanya karena selembar kertas dan semuanya menjadi kacau. Ia hanya ingin kembali ke bangkunya.
"Whuuuu!" sorakan teman-temannya saat Ira memasuki kelas.
"Wah! Ternyata nilai bagusnya gara-gara nyontek, ya?" ucap Tari mengolok-olok Ira.
"Iya tuh. Dasar tukang nyontek." Timpal Nino.
"Kita panggil dia 'Si Penyontek' aja yuk, teman-teman! Hahaha!" tambah Algi.
"Ha.. Ha.. Ha.. Ayoo...!" seluruh kelas kembali menertawakan Ira. Tapi, Ira tak membalas sama sekali. Ia hanya dapat mendengarkan dan menunduk sedih di bangkunya.

*** to be continued ***

0 komen:

Posting Komentar