Cute Brown Spinning Flower

13.8.14

CERPEN: RAYA SERAKAH, NIH!

Ini cerpen gue yang entah keberapa. Met membaca aja deh. Gue bingung mau gimana komentar awalnya.. hahaha...

Tinggalin komentar kamu di bawah yaa :)
RAYA SERAKAH, NIH!
By : Ana Fitriana
Bip! Bip! Bip!
Suara handphone Raya untuk yang kesekian kalinya di jam istirahat ini. Ia buka handphone lipat itu dan membaca sms yang baru saja mendarat mulus di layar handphone-nya.
‘Sayang! Malam ini jalan bareng aku, yuk!’ isi pesan itu. Raya hanya tersenyum membacanya. Kemudian ia membalas pesan tersebut.
‘Maaf, Mahesa sayang! Aku ada PR yang  deadline-nya malam ini. Jadi gak bisa keluar rumah.’
“Gimana gue mau jalan sama lo kalo nanti malam gue jalan sama Raka,” gumamnya sendirian.
Bip! Bip! Bip!
Suara handphone Raya untuk kesekian kalinya di perjalan pulang. Pesan itu dari Reza, ia mengajak Raya nonton malam ini. Raya membalas bahwa ia harus membantu ibunya di dapur untuk acara pernikahan tetangganya besok. Selang sepuluh menit, handphone-nya berdering. Tertera nama Budi di layarnya. Ia angkat pangilan itu. Budi mengajaknya makan malam. Tapi Raya beralasan kalau ia akan pergi menemani ayahnya ke rumah saudara di luar kota. Begitu seterusnya Raya berdalih dengan alasan-alasan aneh kepada ketiga pacarnya yang lain ketika mereka mengajak bertemu dengannya.
“Malam ini giliran Raka, besok William, terus lusanya jalan sama Budi deh. Aduh, repot juga ya punya tujuh pacar. Tiap malam digilir. Hahaha,” ujarnya sendirian seraya cekikikan. Ia sedang bersiap-siap untuk menemui Raka yang sudah menunggu di ruang tamu.
Esok paginya, ketika Raya bersekolah, datang siswa baru di kelasnya. Namanya Rey. Parasnya yang tampan membuat Raya tertarik. Ia bermaksud untuk menjadikan Rey pacarnya yang kedelapan.
Hari berikutnya, Raya mulai melakukan pendekatan kepada Rey. Ia tak butuh waktu lama untuk membuat Rey menjadi pacarnya karena ternyata Rey juga tertarik kepada Raya. Sehingga, baru seminggu mereka pendekatan, Raya sudah jadian dengan Rey.
Satu bulan berlalu. Raya kini pacaran dengan delapan pria. Seringkali kedoknya hampir ketahuan. Tapi, bisa dibilang karena kepintarannya berdalih ia selalu selamat. Namun karena ia selalu keluar malam untuk bertemu kedelapan pacarnya secara bergantian, waktu belajarnya menjadi tersita. Hampir seluruh nilai di semua mata pelajaran turun drastis.
“Nilai-nilaimu terus turun. Kenapa, ya? Kamu belajar, kan?” tanya Rey yang melihat-lihat kertas ujian milik Raya.
“Iyalah. Kan aku belajarnya sama kamu. Soal-soalnya aja tuh yang tambah susah,” jawab Raya. Wajahnya ditekuk sedih.
“Jangan sedih, dong! Mukanya jadi jelek tuh, kalau cemberut. Nanti malam kita keluar makan malam, yuk!” ajak Rey kemudian.
Raya langsung mengangkat kepalanya dan tersenyum sumringah.
“Mau, mau,” jawab Raya semangat.
Maka malamnya mereka janjian bertemu di sebuah restaurant. Raya berangkat kesana dengan begitu senang. Sampai-sampai ia membatalkan janji untuk jalan bersama Takano.
“Raya? Raya, kan?” seseorang memanggil Raya ketika ia sedang duduk menunggu Rey di restaurant tempat mereka akan bertemu.
“Welvy? Lo ke sini juga?”
“Iya. Lo sendirian?”
“Enggak. Gue lagi nungguin Rey.”
“Kok, lo mau sih pacaran sama Rey. Dia, kan playboy. Tadi aja gue liat Rey lagi pergi sama pacarnya yang baru.”
Penjelasan Welvy mengejutkan Raya. Karena setahu Raya, Rey hanya memiliki satu pacar. Yaitu dirinya.
“Bohong. Nggak mungkin Rey selingkuh. Lo jangan memprovokasi gue, deh!” Raya bangkit dari duduknya dengan emosi.
“Tenang dulu Raya! Kalau lo gak percaya, gue bisa tunjukin foto-fotonya kok.” Welvy membuka galeri handphone-nya dan menunjukkannya pada Raya. Foto-foto tersebut menunjukkan Rey sedang berjalan bersama seorang cewe sambil berpegangan tangan. Selain itu ada juga pose ketika cewe tersebut mencium pipi Rey dan Rey membukakan pintu mobil untuknya.
Seketika, Raya langsung marah. Ia meminta Welvy untuk mengirim foto-foto bukti itu ke handphone-nya dan langsung keluar dari restaurant.
“Dasar Rey sial! Berani-beraninya dia selingkuh.”
Esok paginya, ketika Rey menjemput Raya untuk berngkat sekolah bersama, Raya berjalan mendekati Rey dengan garang. Ia langsung menunjukkan Rey foto-foto yang ia dapat dari Welvy dan meminta penjelasan pada Rey.
“Tenang, Raya! Tenang! Aku akan jelaskan semuanya. Jadi aku harap kamu tenang dulu, ya!” Rey menahan tangan Raya yang sejak tadi memukul-mukulnya.
Raya menurunkan tangannya dan mencoba untuk tenang.
“Aku sebenarnya ingin memberitahu hal ini dari awal ke kamu. Sebenarnya kamu itu pacarku yang kesebelas.”
“Jadi, selama ini kamu bohongin aku?” Raya mencoba memukul Rey lagi.
“Dengar aku dulu!” Rey menghentikan lagi gerakan tangan Raya.
“Tapi, setelah pacaran sama kamu, kamu begitu baik banget sama aku. Jadi, niatku yang awalnya hanya main-main, kini aku jadi cinta beneran sama kamu Raya. Dan aku berniat untuk memutuskan kesepuluh pacarku lainnya supaya aku bisa terus sama kamu.”
“Beneran?” tanya Raya. Ia mulai lebih tenang dari sebelumnya.
Rey mengangguk.
“Kalau gitu, besok kamu harus putusin mereka semua. Aku nggak mau tahu.”
“Harus besok? Tapi, kan aku juga butuh waktu dan menyiapkan alasan untuk….”
“Kalau kamu nggak bisa, kita putus sekarang. Dan anggap aku gak pernah kenal sama kamu!” ancam Raya. Ia membalikkan tubuhnya hendak meninggalkan Rey.
“Tunggu, Raya!” Rey menarik lengan Raya.
“Oke. Aku akan turuti permintaan kamu. Tapi, please! Jangan tinggalin aku!”
Raya berbalik, ia tersenyum pada Rey dan menarik lengan yang sejak tadi menggengamnya. Raya mendaratkan satu kecupan di pipi kirinya Rey.
Tiga hari kemudian, Raya terpaksa berjalan sendiri saat pulang sekolah karena Rey sedang mengikuti ekstrakulikuler. Selain itu, ia juga ada janji dengan Dicky, salah satu pacarnya yang lain. Tapi, ketika Raya melewati salah satu gang yang agak sepi, jalannya dihalangi oleh lima orang wanita yang sebaya dengannya. Karena merasa ada yang tak beres dan ia tak ingin membawa dirinya ke dalam masalah, Raya berbalik hendak mencari jalan lain. Namun, ternyata sudah ada lima wanita lagi yang menghalangi. Raya mulai panik. Seluruh jalan menuju rumahnya telah diblokir oleh kesepuluh wanita itu. Ia sama sekali tak mengenali mereka satu pun. Sehingga tak habis pikir alasan mereka melakukan hal ini kepadanya.
“Lo, Raya kan?” tanya salah satu wanita di hadapannya.
“Iya,” jawab Raya polos.
“Ternyata biasa aja, tuh. Cantikkan juga kita semua,” ujar wanita yang menggunakan rok mini.
“Udah! Hajar aja dia sekarang!”
Setelah komando tersebut, kessepuluh wanita itu menyeret Raya ke bagian gang yang lebih sepi. Mereka mengeroyok Raya hingga wajah, kaki dan tangannya luka-luka dan lebam. Berkali-kali Raya berusaha melawan. Tapi, karena jumlah yang tak seimbang, perlawanannya mudah dihentikan.
Seseorang yang kebetulan melewati gang tersebut mendengar suara ribut-ribut itu. Ia menghampiri sumber suara dan mengenali Raya. Rupanya ia adalah Rio, teman sekelas Raya. Melihat pertikaian yang tak adil itu, Rio segera menghampiri mereka.
“Hei! Apa-apan kalian?” Rio berlari ke tengah-tengah kerumunan. Ia mencoba mengeluarkan Raya dari sana. Cukup sulit memang menghentikan wanita-wanita ganas tersebut. Mereka terlihat sangat tidak menyukai Raya sehingga dengan mudahnya melukai.
“CUKUP! GUE BILANG CUKUP!” teriak Rio kemudian. Ia menengahi mereka agar tak melukai Raya lebih jauh. Wanita-wanita itu menghentikan kegilaannya dan terburu-buru pergi pada arah yang sama.
“Lo gak apa-apa, Raya?” Rio membantu Raya berdiri. Ia melihat banyak bekas cakaran di wajah dan tangan Raya, bahkan hingga mengeluarkan darah. Raya hanya bisa menangis menahan perih dari luka-lukanya.
Rio mengantar Raya ke rumah sakit. Rupanya ada pendarahan dalam yang cukup parah di tubuh Raya, membuatnya harus tinggal di rumah sakit untuk beberapa hari. Selama itu, tak ada satu pun pacarnya yang menjenguk. Saat Raya mencoba menghubungi lewat sms atau pun menelepon, semua pacarnya mengatakan bahwa mereka tak ada waktu untuk menjenguknya. Justru Rio yang hampir setiap hari menjenguknya, meski pun hanya untuk mengantarkan buah-buahan kesukaan Raya.
Setelah Raya keluar dari rumah sakit, satu persatu pacarnya meminta putus. Alasannya karena Raya tak cantik lagi seperti dulu. Kini wajahnya penuh bekas luka. Bahkan, Rey pun memintanya putus.
“Bukannya kamu bilang, kamu jatuh cinta sama aku?”
“Itu, kan dulu. Waktu wajahmu masih cantik. Lagipula seluruh pacar kamu juga minta putus, kan!” jawab Rey. Ia kemudian meninggalkan Raya sendirian. Rupanya Rey sudah mengetahui bahwa Raya memiliki pacar lain selain dirinya.
“Rey! Jangan tinggalin aku, Rey!” Raya menangis. Ia marah dan benci pada dirinya sendiri yang telah berubah menjadi buruk rupa. Kini tak ada lagi satu pun pria yang melirik wajah buruk rupanya.
Seseorang mendekat. Orang itu memberikan sapu tangan putih kepada Raya.
“Rio?” ujar Raya saat mendongakkan kepalanya. Ia ambil sapu tangan itu dan mengusap air mata di wajahnya.
“Lo gak apa-apa?” tanya Rio kemudian. Ia membantu Raya membersihkan air matanya.
“Kenapa? Lo masih baik sama gue? Padahal wajah gue udah berubah menjadi buruk rupa.”
“Apa wajah menjadi ukuran seseorang untuk melakukan kebaikan?”
“Tapi, mereka bilang wajah gue menjadi buruk rupa sekarang. Karena itulah kenapa semua orang kini menjauh dari gue.”
“Bagaimana pun wajah lo, gue rasa nggak masalah. Asalkan lo masih punya hati yang kuat dan cantik, pasti semuanya dapat melihat dan mau berteman lagi dengan lo. Percaya sama gue!”
“Iya. Lo benar. Terimakasih Rio. Lo ternyata selalu memperhatikan gue, ya?”
“Sama-sama,” Rio sedikit memalingkan wajahnya yang kemerahan karena mendapat pujian dari Raya.
“Kalau begitu, lo mau jadi pacar gue?”
“Apa?” pertanyaan Raya benar-benar membuat Rio terkejut.
“Gue janji, akan berubah. Gue nggak akan main-main lagi seperti dulu. Seharusnya gue sadar, kalau selama ini ternyata banyak orang yang memperhatikan gue, tapi gue justru nggak menganggap mereka sedikit pun. Tapi, gue janji, kali ini gue nggak akan begitu lagi. Jadi, maukah lo jadi pacar gue?” jelas Raya. Ia mengatakannya dengan tekad pada hatinya.
Agak lama Rio terdiam.
“Terimakasih. Sejujurnya, gue pun pernah menginginkan untuk bisa pacaran dengan lo. Gue kagum sama kegigihan lo yang bisa bertahan dari masalah keluarga yang menimpa lo setahun lalu. Tapi…,” Rio mengarahkan pandangannya pada seseorang yang sedang berdiri di samping bangku taman sekolah. Orang itu melambaikan tangan kepadanya.
“Ana?”
“Iya. Gue udah pacaran dengannya selama dua tahun. Jadi, maaf. Gue nggak bisa nerima lo jadi pacar gue,” jelas Rio tegas. Kemudian ia pamit kepada Raya dan berlari menuju tempat Ana berdiri. Mereka terlihat begitu dekat.
Raya hanya bisa melihat pemandangan itu dari jauh. Matanya kembali berkaca-kaca. Ia angkat tangannya yang masih menggenggam sapu tangan milik Rio dan memandanginya.
“Hati yang kuat dan cantik, ya?” dirinya bergumam. Tak lama, terpintas senyum di bibirnya.

-THE END-

0 komen:

Posting Komentar